TAMAN BUNGA YANG INDAH
Artikel Dharma ke-33
Ivan Taniputera
25 Agustus 2013
Kali
ini kita akan merenungkan sebuah taman yang indah. Taman itu justru
terdiri dari beraneka ragam komponen yang berbeda satu sama lain. Namun
jika semua itu dipadukan akan nampak keindahannya. Masing-masing
komponen itu saling hidup harmonis dan tidak pula saling menyerang atau
menghancurkan. Setiap komponen mempertahankan karakteristiknya
masing-masing tetapi tidak pula berupaya meniadakan karakteristik
komponen lainnya. Demikian pula, Agama Buddha terdiri dari beraneka
ragam aliran. Justru adanya beraneka ragam aliran ini akan menciptakan
kesemarakan bagi Agama Buddha.
Masing-masing aliran hendaknya tidak menjelekkan satu sama lain. Apabila masing-masing aliran saling menjelekkan, justru akan mencoreng Agama Buddha secara keseluruhan. Setiap aliran hendaknya tidak saling mengunggulkan alirannya masing-masing. Mengunggulkan aliran yang kita anut memperlihatkan semangat ke"aku"an dan "milikku" yang kuat, dimana tentu saja ini bukanlah yang diajarkan Hyang Buddha. Lebih jauh lagi, apakah gunanya kalau aliran atau agama kita memang benar-benar "unggul"? Apakah dengan ke"unggul"an tersebut akan membawa kita makin dekat pada pembebasan spiritual? Apakah dengan berhasil membuktikan ke"unggul"an aliran kita dibandingkan dengan aliran-aliran lain membuat kita merealisasi buah spiritual paling pamungkas? Marilah kita renungkan hal tersebut. Ternyata "unggul" dan tidaknya sebuah aliran, tidaklah membawa kita makin dekat pada pembebasan batiniah. Bahkan jika masih ada dualisme "unggul" dan "tidak unggul" itu artinya kita masih bergerak pada ranah kebenaran duniawi (samvrti satya). Demikian pula ranah "sesat" dan "tidak sesat" juga masih merupakan ranah kebenaran duniawi.
Oleh karenanya, jika ada umat Buddha yang masih menyesat-nyesatkan aliran lain, maka itu pertanda bahwa ia belum memahami kebenaran pamungkas (paramartha satya). Begitu pula jika ada yang mengatakan "aliranku adalah bentuk Agama Buddha paling mutakhir dan aliran lain sudah ketinggalan zaman," maka ia tidak memahami kebenaran pamungkas. Dalam ranah kebenaran pamungkas tidak ada lagi dualisme "mutakhir" dan "ketinggalan zaman." Ada lagi umat Buddha yang merasa jijik dengan aliran lain yang dianggapnya "sesat." Inipun juga tidak mencerminkan hakikat kebenaran pamungkas. Kita hendaknya dapat menyerap hakikat sejati segala sesuatu.
Selain itu, masih ada lagi hal lebih penting ketimbang berdebat masalah "unggul" dan "tidak unggul" atau "sesat" dan "tidak sesat." Dunia ini dipenuhi oleh berbagai permasalahan. Kemiskinan, peperangan, masalah sumber daya alam, dan lain sebagainya. Dunia sudah dipenuhi oleh kebencian. Jika kita masih berkutat antara "unggul" dan "tidak unggul" maka itu justru akan menambah kebencian di muka bumi ini. Lebih baik, setiap aliran saling bekerja sama dan menaburkan sumbangsih masing-masing. Bahkan umat Buddha juga hendaknya sanggup membina kerja sama dengan agama lainnya. Barulah dengan demikian, bunga dan tumbuhan dalam sebuah taman akan memancarkan keindahannya yang menyejukkan.
Masing-masing aliran hendaknya tidak menjelekkan satu sama lain. Apabila masing-masing aliran saling menjelekkan, justru akan mencoreng Agama Buddha secara keseluruhan. Setiap aliran hendaknya tidak saling mengunggulkan alirannya masing-masing. Mengunggulkan aliran yang kita anut memperlihatkan semangat ke"aku"an dan "milikku" yang kuat, dimana tentu saja ini bukanlah yang diajarkan Hyang Buddha. Lebih jauh lagi, apakah gunanya kalau aliran atau agama kita memang benar-benar "unggul"? Apakah dengan ke"unggul"an tersebut akan membawa kita makin dekat pada pembebasan spiritual? Apakah dengan berhasil membuktikan ke"unggul"an aliran kita dibandingkan dengan aliran-aliran lain membuat kita merealisasi buah spiritual paling pamungkas? Marilah kita renungkan hal tersebut. Ternyata "unggul" dan tidaknya sebuah aliran, tidaklah membawa kita makin dekat pada pembebasan batiniah. Bahkan jika masih ada dualisme "unggul" dan "tidak unggul" itu artinya kita masih bergerak pada ranah kebenaran duniawi (samvrti satya). Demikian pula ranah "sesat" dan "tidak sesat" juga masih merupakan ranah kebenaran duniawi.
Oleh karenanya, jika ada umat Buddha yang masih menyesat-nyesatkan aliran lain, maka itu pertanda bahwa ia belum memahami kebenaran pamungkas (paramartha satya). Begitu pula jika ada yang mengatakan "aliranku adalah bentuk Agama Buddha paling mutakhir dan aliran lain sudah ketinggalan zaman," maka ia tidak memahami kebenaran pamungkas. Dalam ranah kebenaran pamungkas tidak ada lagi dualisme "mutakhir" dan "ketinggalan zaman." Ada lagi umat Buddha yang merasa jijik dengan aliran lain yang dianggapnya "sesat." Inipun juga tidak mencerminkan hakikat kebenaran pamungkas. Kita hendaknya dapat menyerap hakikat sejati segala sesuatu.
Selain itu, masih ada lagi hal lebih penting ketimbang berdebat masalah "unggul" dan "tidak unggul" atau "sesat" dan "tidak sesat." Dunia ini dipenuhi oleh berbagai permasalahan. Kemiskinan, peperangan, masalah sumber daya alam, dan lain sebagainya. Dunia sudah dipenuhi oleh kebencian. Jika kita masih berkutat antara "unggul" dan "tidak unggul" maka itu justru akan menambah kebencian di muka bumi ini. Lebih baik, setiap aliran saling bekerja sama dan menaburkan sumbangsih masing-masing. Bahkan umat Buddha juga hendaknya sanggup membina kerja sama dengan agama lainnya. Barulah dengan demikian, bunga dan tumbuhan dalam sebuah taman akan memancarkan keindahannya yang menyejukkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar