Jumat, 22 Februari 2013

JADIKAN DIRIMU PULAU PERLINDUNGAN BAGI DIRIMU SENDIRI

JADIKAN DIRIMU PULAU PERLINDUNGAN BAGI DIRIMU SENDIRI

Ivan Taniputera
22 Februari 2013



Banyak orang menyalah-tafsirkan seruan di atas. Seolah-olah kita tidak perlu siapa-siapa atau apa-apa lagi. Sudah cukup diri sendiri. Kita tidak perlu ikut ritual apapun. Kita tidak memerlukan pertolongan apapun dari luar. Meskipun demikian, apakah pandangan tersebut sudah benar? Pertama-tama kita akan mengulasnya berdasarkan logika. Pandangan semacam itu tidak dapat dibenarkan. Marilah kita cermati nasi yang kita makan. Kita mulai merenungkan mengenai petani yang menanamnya di sawah dengan penuh susah payah. Renungkan pula kerbau yang membajaknya dengan susah payah. Setelah itu, padi siap dituai, orang berbondong-bondong memanenya. Padi lalu dijadikan beras. Setelah menjadi beras akan diangkut ke pasar guna dijual. Di sepanjang proses inipun kita memerlukan bantuan orang atau makhluk lain. Sanggupkah kita mengolah sawah, memanen, menggilingnya menjadi beras, menjualnya ke pasar, dan seterusnya, seorang diri tanpa bantuan orang atau makhluk lain? Pertanyaan inilah yang perlu kita renungkan dengan baik. Tiada seorangpun yang sanggup menyelesaikan segalanya seorang diri. Anda sedang menggunakan laptop saat ini. Siapakah yang membuat laptop tersebut? Mampukah Anda menciptakan laptop seorang diri? Apakah Anda sanggup menyediakan jaringan internet bagi diri Anda sendiri tanpa bantuan orang lain?

Kedua, banyak orang tersesat dengan slogan di atas karena justru menumbuhkan ke"aku"annya. Dengan kata lain, ke"aku"annya semakin kuat. Seruan di atas justru menumbuhkan kesombongannya. Ritual dicela. Segenap tata cara direndahkan Yang dihasilkan justru semakin banyak penderitaan. Kebencian dan penolakan terhadap sesuatu yang dilandasi oleh pandangan salah adalah penderitaan. Ke"aku"an yang semakin kuat itu malah akan menjadikan seorang terasing atau teralienasi dengan lingkungan sekitarnya. Padahal bukan itu maksud sebenarnya seruan di atas.

Kalau begitu apakah maknanya? Makna sebenarnya mengacu pada pembebasan dari segenap penderitaan itu hanya dapat Anda usahakan sendiri. Tiada seorangpun dapat menganugerahkan pembebasan dari penderitaan itu bagi Anda. Ibaratnya tiada seorangpun sanggup mewakili Anda makan sampai kenyang. Jika Anda ingin buang air kecil atau besar tak seorangpun mampu mewakili. Pembebasan dari segenap penderitaan hanya sanggup Anda realisasi oleh diri sendiri. Kesedihan itu tidak dapat diwakilkan. Kegembiraan juga tak dapat diwakilkan. Upaya pembebasan dari segenap penderitaan hanya dapat Anda jalankan sendiri, tiada seorangpun dapat menganugerahkan kebahagiaan pada Anda. Demikianlah makna sebenarnya seruan di atas. Bukan berarti bahwa Anda tidak perlu lagi pergi ke dokter jika sakit. Bukan berarti Anda tidak memerlukan orang lain.

Demikianlah semoga seruan di atas dapat dipahami dengan benar. Segala sesuatu hendaknya ditempatkan pada konteks yang tepat.

Semoga bermanfaat.

Kamis, 21 Februari 2013

PENGERTIAN KARMA YANG BENAR

PENGERTIAN KARMA YANG BENAR

Ivan Taniputera
21 Februari 2013




Dewasa ini banyak orang yang memiliki pengertian karma yang keliru. Seorang murid sebelum ujian tidak mau belajar dan ia mendapatkan nilai buruk. Kebetulan karena berasal dari keluarga Buddhis sewaktu ditegor orang tuanya, ia mengatakan, "Sudah karma saya mendapatkan nilai buruk." Kisah lain lagi adalah seorang gadis yang hamil di luar nikah. Ia lalu mengatakan, "Sudah karmaku hamil di luar nikah." Hal ini diungkapkan guna menutupi kesalahan diri sendiri, tanpa bersedia memahami hakikat bekerjanya karma. Tetapi apakah benar demikian pengertian karma?

Pertama-tama karma bukanlah fatalisme, namun karma juga bukan sesuatu yang acak atau random mutlak. Dengan demikian, memahami karma haruslah dari sudut pandang Jalan Tengah yang menghindari segenap pemikiran ekstrim. Karma masih mengizinkan adanya pilihan yang bebas. Di sinilah kehendak bebas manusia berperan. Artinya karma masih menyisakan ruang bagi kita untuk bergerak. Karma adalah ibaratnya dinding yang membatasi ruang gerak tersebut. Namun di dalam ruangan itu sendiri kita masih mempunyai serangkaian pilihan, yang bebas kita pilih. Hal yang terpenting karma bukanlah alat pembenaran diri.

Oleh karenanya, kita memiliki pilihan terbatas. Batasan-batasan itulah yang ditentukan oleh buah karma kita terdahulu. Kendati demikian, batasan itu sendiri juga masih mungkin mengalami perubahan, berdasarkan tindakan kita sekarang. Batasan itu mungkin meluas atau menyempit, tergantung perbuatan beserta upaya kita sendiri. Manusia memiliki akal budi, sehingga mampu menentukan apa yang baik dan buruk. Jika ia menolak menggunakan akal budinya, maka itu pun adalah pilihan, bukan karma.

Sehubungan dengan gadis yang dimabuk asmara sehingga hamil di luar nikah, ia tentunya memiliki akal budi yang mampu menimbang segenap perbuatan beserta konsekuensinya. Jikalau ia tidak mau menggunakan akal budinya tersebut, maka itu adalah pilihannya.  Anak yang tidak mau belajar tadi juga memiliki pilihan. Sang anak punya pilihan antara belajar dan tidak belajar. Ia menjatuhkan pilihannya pada tidak belajar. Tentunya masing-masing pilihan memiliki konsekuensinya sendiri-sendiri. Inilah hukum sebab akibat. Setelah suatu pilihan dijatuhkan, konsekuensinya tidak dapat kita hindarkan. Inilah buah karma. Karma sendiri berarti "perbuatan." Setelah seorang anak tidak lulus ujian, dia pun masih memiliki pilihan, yakni mengubah perilaku malas belajarnya menjadi rajin belajar. Ia dapat mengikuti ujian berikutnya dengan belajar lebih tekun. Begitu pula seorang gadis yang hamil di luar nikah. Ia dapat melahirkan bayinya dan setelah itu menjalani kehidupannya kembali dengan baik. Ia dapat menjaga anaknya agar tidak mengalami seperti dirinya. Demikianlah, pilihan-pilihan itu ada. Tidak ada alasan menyerah begitu saja, karena sekali karma bukan fatalisme.

Menggunakan karma sebagai pembenaran diri justru akan mematikan perkembangan ke arah lebih baik. Manusia pada hakikatnya perlu terus belajar menjadi lebih baik.

Semoga bermanfaat.

Kamis, 14 Februari 2013

VEGETARIAN?-TELAAH KRITIS TERHADAP SEBUAH SLOGAN

VEGETARIAN ? - TELAAH KRITIS TERHADAP SEBUAH SLOGAN

Ivan Taniputera
14 Februari 2013




Tadi siang sekitar pukul 12:30, saya menjumpai sebuah slogan yang isinya cukup menggelitik Agar tidak menyinggung pihak-pihak tertentu atau melakukan pelanggaran hak cipta, maka slogannya saya gambar ulang dengan sedikit mengubah susunan kata-katanya. Meskipun demikian, pesan yang hendak disampaikan adalah sama. Agar tidak terjadi kesalah-pahaman, saya perlu menjelaskan bahwa saya tidak mendukung atau menentang vegetarianisme. Setiap orang hendaknya diberi kebebasan menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing. Apa yang hendak saya kritisi adalah isi slogan di atas.

Pertama-tama marilah kita perhatikan baris berbunyi: "Tiga perlima (3/5) lahan pertanian di dunia dipergunakan bagi peternakan." Jika kita renungkan baik-baik, maka kalimat di atas mengandung kejanggalan dan kesalahan logika. Jika dipergunakan bagi peternakan, maka namanya bukan lagi pertanian, tetapi "peternakan." Karenanya kalimat di atas mengandung kesalahan logika. Lahan pertanian tidak mungkin dipergunakan untuk peternakan. Jika ada lahan yang dipergunakan bagi peternakan, namanya jelas adalah lahan peternakan-bukan pertanian! Sama mustahilnya dengan mengatakan "lahan pertanian yang dipergunakan bagi bengkel." Jelas sekali kalau dipergunakan bagi kegiatan perbengkelan, namanya bukan lagi pertanian, tetapi... bengkel! Selain itu, perlu pula diketahui bahwa kegiatan peternakan adalah penunjang bagi pertanian, karena peternakan menghasilkan pupuk yang sanggup menyuburkan tanah. Hewan ternak dapat dipergunakan membajak sawah. Dengan demikian, peternakan dan pertanian adalah sesuatu yang saling menunjang.

Kedua, dikatakan bahwa 48 persen air bersih diberikan bagi hewan ternak. Masalahnya adalah hewan ternak itu cukup minum air seadanya, misalnya air sungai. Juga air sisa-sisa yang dipergunakan manusia. Apakah ada hewan ternak yang diberi minum air mineral atau air minum dalam kemasan? Apakah para peternak memasak dulu air minum bagi hewan ternak mereka?

Ketiga, disebutkan dalam slogan di atas bahwa makanan yang diberikan pada hewan ternak dapat mengenyangkan 9 milyar orang. Tetapi patut diingat bahwa hewan ternak makan ampas atau sisa makanan yang telah dikonsumsi manusia. Anda tidak akan memberi sapi atau ayam Anda makanan berupa soto, rawon, sate, kare, nasi goreng, dan lain sebagainya. Apa yang dimakan oleh hewan ternak tidak dapat dimakan lagi oleh manusia, kecuali ada manusia yang bersedia makan ampas atau dedak. Dengan demikian, ungkapan bahwa makanan yang diberikan pada ternak dapat mengenyangkan 9 milyar orang adalah tidak masuk akal.

Keempat, disebutkan bahwa masih ada 2 milyar orang yang menderita kelaparan. Saya tidak mengatakan statistik ini benar atau salah. Namun jika melihat kaitannya, seolah-olah kelaparan terjadi karena makanan itu diberikan pada hewan ternak. Perlu kita ketahui bahwa penyebab utama kelaparan itu ada bermacam-macam. Salah satunya adalah peperangan dan rezim yang kejam, jahat, rakus, dan serakah. Peperangan kesukuan yang kerap berkecamuk di Afrika terjadi karena masing-masing pihak didukung oleh kekuatan-kekuatan negara adidaya. Negara-negara adikuasa itu berkepentingan mengatur peperangan agar pengaruh mereka semakin tertanam dan industri senjata mereka mengalami kemajuan. Selain itu, rezim dan diktaktor penindas yang bercokol di suatu negara juga kerap didukung pula oleh negara-negara adidaya. Oleh karenanya, seandainya setiap orang bervegetarian sekalipun, tanpa upaya nyata menghentikan kejahatan di atas, tetap saja kelaparan akan tetap ada. Kelaparan bisa terjadi karena pertambahan populasi penduduk yang melebihi daya dukung penyediaan pangan. Semuanya perlu ada keseimbangan.

Kelima, disebutkan setiap empat detik seorang anak mati kelaparan. Ini sudah disinggung pada poin keempat. Kelaparan adalah sesuatu yang kompleks. Uang untuk perlombaan senjata di negara-negara adikuasa, seharusnya dapat dipergunakan menolong orang yang kelaparan. Dengan demikian, lebih penting membicarakan mengenai perdamaian dunia dan perlucutan senjata, ketimbang mempermasalahan makanan atau minuman ternak. Jika seseorang tidak ingin setiap tiga detik seorang anak mati kelaparan, maka ia harus memiliki keberanian menyuarakan humanisme dengan menentang diktaktor dan rezim yang serakah.

Saya tidak menentang vegetarian. Jikalau vegetarian dapat dipergunakan melatih cinta kasih pada semua makhluk, maka tentunya sangat baik dan bermanfaat. Kendati demikian, ajaran yang baik juga harus diungkapkan dengan alasan tepat dan bukannya asal-asalan, apalagi berlandaskan kekeliruan logika. Analoginya adalah air dan pipa. Air yang bersih jika disalurkan melalui pipa yang kotor, tidak lagi menjadi air bersih. Air kotor jika disalurkan melalui pipa yang kotor juga tidak dapat menjadi air bersih. Apalagi air kotor disalurkan melalui pipa yang kotor. Yang tepat adalah air bersih disalurkan melalui pipa yang bersih.

Selain itu, seorang vegetaris hendaknya tidak memandang rendah orang yang non vegetaris.

Sebagai penutup terhadap kritikan saya, jika benar menghendaki orang bervegetarian, maka bukankah seharusnya makanan vegetarian dijual dengan harga jauh lebih murah dan porsi mengenyangkan. Jika harganya lebih mahal atau sama dengan makanan non-vegetarian, untuk apa saya membeli makanan vegetarian?

Semoga bermanfaat dan menjadi renungan dengan kepala dingin.