Senin, 31 Desember 2012

RENUNGAN AKHIR TAHUN 2012


RENUNGAN AKHIR TAHUN 2012

Ivan Taniputera
31-12-2012



Sebentar lagi tahun 2012 menurut penanggalan yang biasa kita pergunakan akan berakhir. Sebenarnya "berakhirnya tahun 2012" itu adalah ilusif sifatnya. Manusia menciptakan pembagian-pembagian khayali terhadap waktu yang sebenarnya tiada berujung dan tiada berpangkal. Semenjak zaman awal sejarahnya, manusia menciptakan beraneka macam pembagian ilusif terhadap waktu, berdasarkan gerakan berbagai benda langit. Kendati demikian, apa yang kita sebut "gerakan" benda langit itupun juga ternyata ilusif atau khayalan semata. Sebagai contoh adalah "gerakan" matahari. Ternyata bukan matahari yang bergerak terhadap bumi, melainkan bumi yang "bergerak" mengorbit matahari. Namun dengan semakin berkembangnya konsep manusia mengenai fisika modern, "diam" dan "bergerak" pun menjadi relatif pula sifatnya. Secara ringkas, pergantian tahun bila kita renungkan secara mendalam, sebenarnya adalah ilusi. Jikalau manusia sudah tiada lagi, masih adakah "tahun," "bulan," dan "jam"?

Meskipun tahun serasa berganti, tetapi hakikat kehidupan ini, yakni (1) segala sesuatu serba tak memuaskan, (2) segala sesuatu berada dalam arus perubahan tanpa henti, dan (3) segala sesuatu tidak memiliki inti sejati, masih belum berganti. Ketiga hakikat mendasar itu tetap ada, meskipun tahun-tahun terus "berganti." Namun ketiga hakikat tersebut bukanlah sesuatu yang perlu kita benci dan jauhi, melainkan disadari dan dipahami. Membenci dan berupaya menjauhi sesuatu yang telah menjadi hakikat mendasar adalah kesia-siaan belaka. Kita hanya dapat menyadari dan menyelaminya, sehingga tidak lagi menciptakan kebencian atau keengganan terhadapnya. Diri kita dan apapun yang berada di sekitar kita adalah serba tak memuaskan, bahkan termasuk apa yang kita sukai sekalipun juga suatu saat akan mengalami perubahan; itulah sebabnya disebut serba tak memuaskan. Ketiga hakikat itu sebenarnya adalah suatu kesatuan yang jalin menjalin. Saya biasa membuat teh hangat yang akan saya minum sambil membaca atau menyelesaikan sesuatu, karena terlalu asyiknya teh itu terlupakan dan menjadi dingin. Bila sudah dingin tentu tidak enak lagi diminum. Teh tidak selamanya hangat. Mekanisme thermodinamika yang sudah menjadi hukum alam adalah penyebab bagi kenyataan tersebut.

Umat manusia sendiri di sepanjang sejarahnya memang telah berupaya menyiasati perubahan tersebut. Sebagai contoh adalah menemukan bagaimana mengawetkan makanan. Tetapi apakah makanan dapat diawetkan selamanya? Jawabnya tidak. Kita hanya memperpanjang saja masa "layak konsumsi" bagi makanan itu. Perubahan tetap menjadi hakikatnya. Manusia juga menciptakan berbagai ilmu terkait antisipasi bagi masa depan, seperti manajemen risiko dan lain sebagainya dengan harapan menyiasati hakikat perubahan nan tak terduga sebelumnya.


Walaupun sifatnya adalah ilusif, kita dapat pula memanfaatkan momen pergantian tahun ini sebagai saatnya merenungkan diri kita sendiri. Mengenai apa yang sudah dan belum kita lakukan. Bagaimana kita dapat menjadi manusia lebih baik yang bersedia berbagi terhadap sesama. Pada zaman yang sangat kapitalistik ini, keserakahan telah meraja lela ke mana-mana. Padahal keserakahan itu terbukti mengakibatkan keruntuhan yang menyengsarakan banyak orang.  Ilmu pengetahuan yang seharusnya menjadi milik semua orang, telah diperdagangkan dan dinilai dengan uang, layaknya kita menjual sayur atau buah. Ilmu pengetahuan kita timbang dan masukkan dalam keranjang-keranjang serta dilabeli dengan harga, siap dipertukarkan dengan sejumlah uang bagi yang mampu. Tentu saja ini sangat memalukan dan menyedihkan. Ilmu pengetahuan adalah salah satu alat menciptakan masyarakat yang lebih baik. Semoga ilmu pengetahuan dapat dikembalikan pada kedudukannya yang sejati demi menaburkan manfaat bagi umat manusia dan tak lagi menjadi barang komoditas yang diperjual-belikan, layaknya sayur beserta buah-buahan. Kita harus berani menghembuskan angin perubahan di tahun yang baru. Semoga segala sesuatu makin baik di tahun yang baru. Selamat tahun baru 2013!

Sabtu, 29 Desember 2012

Ajaran untuk Selalu Berpikir Positif Studi Atas PUNNOVADA SUTTA (Sutta ke 145 dari Majjhima Nikaya)

Ajaran Agar Senantiasa Berpikir Positif
Studi Atas PUNNOVADA SUTTA (Sutta ke 145 dari Majjhima Nikaya)

 Ivan Taniputera
29 Desember 2012
Pembahasan kali ini diambil dari PUNNOVADA SUTTA, yang merupakan
Sutta ke 145 dari MAJJHIMA NIKAYA.

Judul Sutta

Jika diterjemahkan ke dalam Bhs Indonesia, maka maknanya adalah
AJARAN UNTUK PUNNA.

Pembahasan isi Sutta

Sutta dibuka demikian:

[SUTTA]:
"Demikianlah yang telah kudengar. Pada suatu kesempatan Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Ananthapindika."

Pada sore hari itu, Yang Arya Punna bangkit dari meditasinya dan memohon wejangan Dhamma singkat dari Sang Buddha, karena setelahnya Beliau akan mengasingkan diri, berlatih dengan rajin dan hati yang
teguh.

Sang Buddha kemudian memberikan wejangan demikian.

[SUTTA]:
"Punna, ada bentuk-bentuk yang dicerap oleh mata, [kemudian] diharapkan, diingini, timbul ketertarikan, muncul rasa suka, [lalu] bersinggungan dengan hawa nafsu keinginan serta bujukan nafsu. Jika seorang Bhikkhu menyukainya, membiarkan [perasaan itu] muncul, serta membiarkan kemelekatan tersebut, perasaan senang [akan hal itu] timbul dalam dirinya. Dengan bangkitnya kesenangan tersebut, maka hadir [pula] penderitaan, [demikianlah] yang Kukatakan."

Kemudian Sang Buddha mengulangi nasehat yang sama untuk telinga dengan obyek suara, hidung dengan obyek bebauan dan lain sebagainya. Sang Buddha menjelaskan juga bahwa dengan lenyapnya keinginan maka pada saat itu pulalah penderitaan sirna.

[SUTTA]:
"Jika seorang Bhikkhu tidak merasa suka padanya, tidak membiarkan [perasaan itu] terjadi, dan tidak melekat padanya, [maka] musnahlah perasaan senang [akan hal tersebut]. Dengan musnahnya perasaan senang [akan hal tersebut] sirna pula penderitaan, [demikianlah] yang Kukatakan."

Sang Buddha lalu menanyakan ke negeri manakah Yang Arya Punna hendak mengasingkan diri, yang kemudian dijawab bahwa Beliau hendak mengasingkan diri ke Negeri Sunaparanta. Sang Buddha mengingatkan bahwa penduduk negeri tersebut amat mengerikan dan kasar, serta menanyakan apakah yang akan terjadi bila mereka mencaci maki dan mengancam Yang Arya Punna.
Punna memberikan jawaban yang bagus untuk diteladani.

[SUTTA]:
"Yang Mulia, jika warga Sunaparanta mengancam dan mencaci makiku, maka aku akan berpikir [demikian]: "Warga Sunaparanta ini [memang] baik hati, benar-benar baik hati,  karena mereka tidak meninjuku." Maka aku seharusnya berpikir demikian, Yang Terberkahi, aku seharusnya berpikir demikian."
"Namun, Punna, jika warga Sunaparanta benar-benar meninjumu, maka apa yang akan pikirkan kemudian?"
"Yang Mulia, jika warga Sunaparanta benar-benar meninjuku, maka aku seharusnya berpikir [demikian]:"Warga Sunaparanta ini memang baik hati, benar-benar baik hati, karena mereka tidak melempariku dengan segumpal tanah." Maka aku seharusnya berpikir demikian, Wahai Yang Terberkahi, aku seharusnya berpikir demikian, "

"Namun, Punna, jika warga Sunaparanta benar-benar melemparimu dengan tanah, maka apa yang akan engkau pikirkan kemudian?"
"Yang Mulia, jika warga Sunaparanta benar-benar melempariku dengan tanah, maka aku seharusnya berpikir [demikian]:"Warga Sunaparanta ini memang baik hati, benar-benar baik hati karena mereka tidak memukulku dengan tongkat." Maka aku seharusnya berpikir demikian, Yang Terberkahi, aku seharusnya berpikir demikian."

"Namun, Punna, jika warga Sunaparanta benar-benar memukulmu dengan tongkat, maka apa yang akan engkau pikirkan kemudian?"
"Yang Mulia, jika warga Sunaparanta benar-benar memukulku dengan tongkat, maka aku seharusnya berpikir [demikian]:"Warga Sunaparanta ini memang baik hati, benar-benar baik hati, karena mereka tidak menusukku dengan pisau." Maka aku seharusnya berpikir demikian, wahai Yang Terberkahi, aku seharusnya berpikir demikian."

"Namun, Punna, jika warga Sunaparanta benar-benar menusukmu dengan pisau, maka apa yang akan engkau pikirkan kemudian?"

"Yang Mulia, jika warga Sunaparanta benar-benar menusukku dengan pisau, maka aku seharusnya berpikir [demikian]:"Warga Sunaparanta ini memang baik hati, benar-benar baik hati, karena mereka belum membunuhku dengan pisau yang tajam." Maka aku seharusnya berpikir demikian, Yang Terberkahi, aku seharusnya berpikir demikian."

"Namun, Punna, jika warga Sunaparanta benar-benar membunuhmu dengan pisau yang tajam, maka apa yang akan engkau pikirkan kemudian?"

"Yang Mulia, jika warga Sunaparanta benar-benar membunuhku dengan pisau yang tajam, maka aku seharusnya berpikir demikian:"Ada siswa-siswa Hyang Buddha yang jijik, benci, dan muak, dengan tubuh beserta kehidupan ini, berharap agar mereka dibunuh saja. Namun aku telah mengalami pembunuhan ini tanpa mencarinya." Maka aku seharusnya berpikir demikian, wahai Yang Terberkahi, aku seharusnya berpikir demikian."
"Bagus, bagus, Punna! Engkau memiliki pengendalian diri dan kedamaian batin, engkau akan sanggup berkarya di Negeri Sunaparanta. Kini, Punna, saatnya melakukan, apa yang engkau anggap baik."

Lalu berangkatlah Punna ke negeri tersebut, dan ia berhasil membawa masing-masing 500 orang penganut awam pria beserta 500 penganut awam wanita ke dalam Dhamma serta ia sendiri mencapai nibanna

Selesai 20 Agustus 2002
Direvisi tanggal 29 Desember 2012.

Kamis, 20 Desember 2012

Rotiisme (Agama Roti)


ROTIISME (AGAMA ROTI)

Ivan Taniputera

19 Desember 2012

Alkisah konon di zaman dahulu berdirilah agama Rotiisme (Agama Roti), yang praktik spiritualnya adalah membuat roti yang enak dan lezat. Pendirinya adalah Bapak Roti.  Beliau adalah seorang pakar pembuat roti yang luar biasa. Barangsiapa yang makan roti buatannya, bukan hanya merasakan kepuasan di lidah, melainkan juga kebahagiaan luar biasa dalam batinnya. Benar-benar roti yang luar biasa sepanjang zaman.

Beberapa tahun sepeninggal pendirinya, agama ini kemudian terpecah menjadi beberapa aliran. Aliran pertama (sebut saja Aliran A)  mengajarkan serangkaian aturan baku dalam membuat roti. Para penganutnya menghafalkan serangkaian proses dan metoda yang konon dapat membuat roti bercita rasa lezat seperti sang pendiri dulu. Bahkan mereka juga mengajarkan para penganutnya mengenakan seragam tukang roti-yang konon juga dikenakan oleh sang pendiri rotiisme, yakni baju merah, celemek putih, dan topi putih juru masak. Semua aturan telah ditetapkan dengan baku, mulai dari membeli bahan, menyiapkan adonan, dan lain sebagainya. Mereka kerap merasa sebagai pewarisan ajaran sejati Bapak Roti.

Aliran kedua (sebut saja Aliran B), mengajarkan bahwa mengenang pendiri Agama Roti dapat meningkatkan semangat dalam membuat roti yang enak. Oleh karenanya, sambil membuat roti, mereka memusatkan pikiran pada sang pendiri Agama Roti dengan menyebutkan atau mengulang namanya terus menerus, "Bapak Roti..Bapak Roti..." Tetapi mereka dalam membuat rotinya juga melakukan berbagai improvisasi demi menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Misalnya membuat roti-roti dengan rasa baru, walaupun bahan dasarnya tetap sama.

Aliran ketiga (sebut saja Aliran C), melakukan perkembangan lebih lanjut dengan menerbitkan banyak risalah mengenai filsafat pembuatan roti. Jadi sambil tetap membuat roti, mereka mencoba memaknai secara mendalam berbagai proses dalam membuat roti. Misalnya mengaduk tepung itu ibaratnya mengaduk pikiran atau kesadaran terdalam, agar memunculkan hakikat ketidak-bergerakan pikiran. Pokoknya mereka mencoba menemukan falsafah yang terasa rumit bagi orang awam demi menjelaskan tahapan-tahapan pembuatan roti. Memang perguruan atau aliran ini banyak menciptakan buku-buku panduan pembuatan aneka ragam roti.

Aliran keempat (sebut saja Aliran D), membuat roti dengan mencoba merenungkan makna-makna terselubung dari pembuatan roti. Agak mirip dengan aliran C, tetapi ini diberi nuansa "rahasia." Oleh karenanya agar kunci-kunci makna tahapan pembuatan roti dapat lebih diresapi, aliran atau perguruan pembuat roti ini mengajarkan apa yang dinamakan "mantra-mantra rahasia." Tiap tahapan konon harus disertai oleh "mantra-mantra rahasia" agar dapat menyelami kedalaman proses pembuatan roti, yang sulit dipahami oleh pikiran konvensional. Begitulah yang diajarkan oleh perguruan D ini.

Aliran kelima (sebut saja aliran atau perguruan E), mengajarkan bahwa "membuat roti ya membuat roti." Tidak perlu pakai buku panduan, tidak perlu pakai buku manual. Alasan mereka membuat roti yang enak dan lezat adalah masalah penyatuan hati dan pikiran pada hakikat kelezatan cita rasa roti nan tak terkatakan. Jika demikian, untuk apa segenap buku resep pembuatan roti. Buku resep bukanlah roti, demikianlah argumen mereka.

Nah, kawan-kawanku yang bijaksana, manakah di antara mereka yang merupakan pewaris sejati dari Bapak Roti, apakah perguruan A, B, C, D, dan E? Dinantikan jawaban Anda. Terima kasih sebelumnya.

Jawaban saya adalah:

Pewaris sejati bukan dilihat dari aliran atau perguruan A, B, C, D, atau E; melainkan dari apakah mereka DAPAT MEMBUAT ROTI YANG ENAK SEPERTI PENDIRINYA DULU ATAU TIDAK. Meskipun dari aliran A, B, C, D, atau E, kalau roti yang mereka hasilkan tidak enak, maka mereka tetap saja bukan pewaris sejati dari Bapak Roti. Oleh karenanya, jangan melihat alirannya, melainkan lihatlah apakah roti yang dihasilkan sekualitas dengan Bapak Roti atau tidak. Semoga bermanfaat.

UNTUK NEGERIKU TERCINTA AGAR BEBAS PERTENTANGAN SEKTARIANISME.

http://www.facebook.com/notes/ivan-taniputera/rotiisme-agama-roti/10151369428126942

Senin, 03 Desember 2012

MANTRA PENYIRNA KEGALAUAN

MANTRA PENYIRNA KEGALAUAN

Ivan Taniputera
4 Desember 2012




Selama beberapa hari ini, kita telah membahas mengenai kegalauan. Kini kita akan mengulas mengenai mantra penyirna kegalauan. Begitu mendengar mengenai mantra penyirna kegalauan, mungkin sebagian orang akan berkata dengan nada mengejek, "Wah, apakah ada mantra semacam itu?" Selaini itu, juga masih banyak tanggapan lainnya. Sebenarnya ada mantra ampuh penyirna kegalauan. Bunyinya adalah:

"MENYEBERANGLAH, MENYEBERANGLAH KE PANTAI SEBERANG, PANTAI KEBAHAGIAAN."

Bagi sebagian orang, tentunya ada yang sudah langsung memahami makna mantra tersebut. Namun ada baiknya kita tetap membahas seluk beluk dan bagaimana mantra itu dapat mengatasi kegalauan. Pertama-tama kita membahas dahulu apa yang dimaksud dengan Pantai Seberang. Pantai Seberang itu adalah lawan dari Pantai Sini. Pantai Sini adalah tempat yang dipenuhi dengan kegalauan, penderitaan, kesedihan, usia tua, penyakit, kematian, dan hal-hal buruk lainnya. Sedangkan Pantai Seberang adalah "tempat" yang bebas kegalauan. Anda boleh menyebutnya "Pantai Bebas Galau." Kini tinggal Anda menyeberang saja menuju "Pantai Bebas Galau" itu. Caranya adalah dengan menggunakan perahu KESADARAN. Anda menyadari saja kegalauan itu, tanpa berkeinginan mengatasinya. Anda memahami bahwa kegalauan itu ada karena sosok khayal yang disebut sang "aku," sebagaimana yang sudah diulas pada catatan sebelumnya. Semakin Anda mencoba mengatasi kegalauan, Anda akan semakin putus asa, karena sosok khayal tersebut makin berperanan dan punya keinginan lebih besar dalam mengatasi kegalauan. Anda tidak bisa mengatasi suatu permasalahan dengan mengandalkan sesuatu yang khayali sifatnya. Itu adalah upaya yang sia-sia. Bagaimana perut Anda akan kenyang hanya dengan mengkhayalkan mengenai nasi goreng. Itu adalah sesuatu yang mustahil.

Sang "aku" ingin menyirnakan kegalauan, tetapi dia sendiri adalah sosok khayalan, lalu bagaimana dia dapat melakukannya? Sama dengan Anda minta tolong pada Superman atau Batman. Sangat tidak masuk akal.  Oleh karenanya, kita harus membuang keinginan menyirnakan kegalauan. Kita hanya menyadari saja, bahwa kegalauan adalah seperti ini adanya. Jangan ada upaya mengkritik, mencela, atau menyalahkan diri sendiri. Dengan adanya kesadaran, semuanya akan mengendap. Ibaratnya adalah air yang keruh oleh pasir. Semakin Anda mengaduk-aduk air itu, maka airnya akan semakin keruh. Namun jika Anda membiarkan saja air itu, maka pasirnya akan mengendap sendiri dan airnya menjadi jernih. Pikiran kita yang galau adalah seperti itu, ibaratnya adalah air yang keruh oleh pasir. Jika kita aduk terus, kekeruhan justru semakin bertambah. Namun jika kita hanya menyadari saja, maka lambat laun ia akan mengendap dan pikiran menjadi jernih kembali. Kegalauan sirna. Demikianlah yang dimaksud berlayar menuju Pantai Seberang atau Pantai Bebas Galau. Kendarailah perahu kesadaran Anda.

Dengan menyadari dan memahami Anda akan tiba di Pantai Bebas Galau. Sekali lagi, praktik kesadaran dan pemahaman ini bukan untuk menghakimi atau mencela sesuatu, melainkan hanya menyadari saja. Tidak lebih dari itu. Bila Anda masih mengembangkan pandangan dualitas, itu berarti bahwa Anda masih mengaduk-aduk air yang keruh. Pasirnya akan semakin mengeruhkan air. Namun, jika Anda sanggup menjadi pengamat saja, airnya lambat laun akan jernih. Penyadaran ini juga bukan berarti Anda bertanya-tanya, "Kapan kegalauanku sirna?" Perhatikan kata "ku" dalam "kegalauanku." Dengan adanya "ku" berarti masih ada kesan sang "aku." Padahal itu hanya sosok khayalan yang Anda ciptakan. Anda mengundang kembali sosok khayalan tersebut masuk kembali dalam kehidupan Anda, sehingga kegalauan juga akan tetap ada.

Begitu Anda sudah sampai di Pantai Seberang, Anda akan menyadari bahwa sebenarnya Anda masih di Pantai Sini juga. Karena begitu kita menyelami hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya, Sini dan Seberang juga adalah ilusi. Anda ternyata juga masih berada di Pantai Sini, karena ruang dan waktu sebenarnya adalah ilusi yang kita proyeksikan ke masa sekarang. Namun, kita tidak akan membahas hal ini lebih jauh.

Selamat mengendarai perahu kesadaran Anda.

Apakah Yang Menyebabkan Galau?

APAKAH YANG MENYEBABKAN GALAU?

Ivan Taniputera
3 November 2012




Jika kita menanyakan apakah penyebab galau, maka jawabannya ada beraneka ragam; misalnya karena mendapatkan nilai yang buruk dalam ujian, berpisah dengan orang yang dikasihi, tidak punya uang, khawatir dengan masa depan, dan lain sebagainya. Barangkali jika seluruh jagad raya ini diubah menjadi tulisan, maka masih belumlah cukup menampung segenap jawabannya. Permasalahan hidup umat manusia sangatlah beraneka ragam. Meskipun demikian, sebenarnya faktor utama penyebab galau itu dapat diringkas menjadi dua hal ini saja:

(1) Berjumpa dengan hal yang tidak disukai.
(2) Tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan atau diharapkan.

Anda mengharapkan nilai bagus, tetapi yang didapat justru nilai buruk. Anda suka nilai bagus dan tidak suka nilai buruk. Mari kita telusuri lebih jauh lagi. Ternyata suka dan tidak suka adalah ciptaan dari sosok khayal yang disebut "aku." Sosok khayal ini tidaklah lebih nyata ketimbang Batman atau Superman. Anda menciptakannya di sepanjang hidup Anda. Menumpuk berbagai identitas dan gagasan, sehingga terciptalah sosok khayal yang disebut "aku" itu. Kendati demikian, Anda terjatuh kembali dalam suatu khayalan yang lebih dalam, yakni menganggap bahwa sosok khayal atau sang "aku" itu sebagai sesuatu yang "nyata." Anda lalu menjadikannya sebagai titik acuan bagi segala hal, sehingga muncul gagasan "aku" dan "milikku."

Sang "aku" itu dengan dipengaruhi konsep khayal keserba-menduaan (dualisme) lantas menciptakan gagasan mengenai "yang disukai" dan "tak disukai." Demikianlah bola salju khayalan menggelinding semakin besar. Dipadukan dengan gagasan "aku" dan "milikku," Anda membangkitkan pemikiran "aku harus menjadikan yang disukai menjadi milikku" dan "aku harus menjauhkan diri dari yang tak disukai sehingga tak menjadi milikku." Pada kenyataannya dunia penuh ketidak-pastian. Yang pasti hanyalah ketidak-pastian itu sendiri. Oleh karenanya Anda tidak dapat selalu mendapatkan apa yang disukai dan bahkan mungkin malah mendapatkan apa yang tidak disukai. Memang demikianlah kondisi dunia ini. Semuanya tidak selalu berada dalam kendali kita. Itulah sebabnya jika berjumpa atau mendapatkan hal yang disukai atau tidak mendapatkan hal yang diharapkan, timbul penderitaan atau kegalauan dalam diri kita.  Semoga bermanfaat.

Minggu, 02 Desember 2012

Manakah Yang Lebih Nyata, Diri Anda Sendiri Atau Batman dan Superman?


Manakah Yang Lebih Nyata, Diri Anda Sendiri Atau Batman dan Superman?

Ivan Taniputera
2 November 2012



Jika Anda diajukan pertanyaan di atas, Anda kemungkinan akan langsung menjawab bahwa diri Andalah yang nyata, sedangkan Batman dan Superman adalah tidak nyata. Tetapi benarkah demikian? Marilah kita mengajukan pertanyaan, benarkah diri Anda adalah nyata? Apakah identitas diri yang kita sebut "aku" itu adalah nyata? Kita renungkan seorang bayi yang baru lahir. Apakah dia tahu bahwa dirinya itu pria atau wanita? Apakah ia mengetahui termasuk dalam ras atau suku apakah dirinya? Apakah dia tahu termasuk warga negara apakah dirinya? Apakah dia tahu siapakah namanya? Apakah dia tahu apakah agamanya? Gender, ras, suku, kebangsaan, agama, dan identitas lainnya yang membentuk "diri kita" itu adalah diberitahukan belakangan oleh orang tua atau masyarakat sekitar kita. Semua identitas itu adalah hasil konvensi atau perjanjian semata dan sifatnya bersyarat. Dengan demikian, keseluruhan identitas yang kita ketahui belakangan itu adalah hasil ciptaan belaka. Saat kita dilahirkan, tidak ada yang namanya gender, ras, suku, kebangsaan, kewarga-negaraan, dan lain sebagainya. Berbekalkan seluruh identitas tersebut, kita lantaqs menciptakan "diri kita sendiri." Termasuk kesan-kesan, "aku adalah orang baik," "aku adalah orang jahat," "aku adalah orang pandai," "aku adalah orang bodoh." Semua itu adalah bahan-bahan yang kita gunakan untuk menciptakan semacam sosok, yang kita labeli sebagai "diriku." Oleh karena saat kita dilahirkan sosok ini belumlah ada, maka boleh dikatakan bahwa sosok "aku" ini adalah khayal.

Jika sifatnya yang khayal dan merupakan reka cipta pikiran, lalu apakah bedanya dengan sosok Batman dan Superman? Kedua tokoh super hero tersebut juga hasil ciptaan pikiran. Pikiran kitalah yang menciptakan sosok tersebut, sehingga seolah-olah menjadi "ada." Yakni ada dalam khayalan kita. Sosok "diri" itu yang kita ciptakan dan bangun perlahan-lahan seiring hidup kita adalah juga sama khayalnya dengan Batman dan Superman. Kita dipaksa merasakan bahwa sosok "aku" itu nyata adanya. Padahal, bagaimanakah bentuk sang "aku" itu sebelum kita dilahirkan?

Semoga bermanfaat sebagai renungan.

Senin, 26 November 2012

Talismans in Chinese Buddhist Tradition (Tradisi Pembuatan Hu Pada Buddhisme Tiongkok)

Talismans in Chinese Buddhist Tradition (Tradisi Pembuatan Hu Pada Buddhisme Tiongkok)

Ivan Taniputera
27 November 2012

BILINGUAL EDITION
Indonesian and English

Tradisi pembuatan hu (符 = fu) masih banyak belum dikenal oleh umat Buddha. Kebanyakan mengatakan bahwa di dalam Agama Buddha tidak ada hu. Hal ini mungkin benar jika yang dimaksud adalah kanon Pali, namun kita sebenarnya dapat menjumpainya dalam kanon Buddhist Mahayana.

Talisman tradition is still unknown by many Buddhists. Mostly of them think that talismans can not be found in Buddhism. This is may be true by Pali Canon, but we actually can found them in Mahayana Buddhist canon.

Pada beberapa naskah yang disebut "sutra-sutra dharani" (陀羅尼經), Buddha mengajarkan para siswanya agar menuliskan mantra-mantra tertentu dan menaruhnya dalam stupa sebagai obyek pemujaan atau membawanya sebagai semacam jimat.

In some texts which so called "dharani sutras" (陀羅尼經), Buddha taught his disciples to write down any mantras and put them in a stupa as veneration object or take them as talismans.

Contoh pertama yang akan kita bahas adalah Sutra DharaniUsnisavijaya ( 佛頂尊勝陀羅尼經).Disebutkan bahwa jika kita menuliskan Dharani ini dan menaruhnya pada sebuah panji tinggi, gunung, atau bangunan tinggi, setiap makhluk hidup yang melihat Dharani tersebut, terkena bayangannya, atau tertimpa butiran-butiran debu yang berasal darinya, segenap karma buruk mereka akan dimurnikan, serta tak akan pernah mundur lagi dari jalan menuju Penerangan Sempurna.

The first example that we will discuss is Usnisavijaya Dharani Sutra ( 佛頂尊勝陀羅尼經).  It is said that if we write this Dharani and put it on the top of a tall banner, mountain, or high structure, every sentient beings who see the dharani, befallen by its shadow, or befallen by its dust particles, will be purified from their evil karma and will never regress from the path to perfect enlightenment.



Lebih jauh lagi dalam Sutra Dharani Marici ((佛說摩利支天陀羅尼咒經) - Taisho Tripaka 1256), disebutkan bahwa jika kita menuliskan Dharani Marici, menaruhnya pada rambut atau baju, dan membawanya ke manapun pergi, maka Dharani tersebut akan sanggup melindungi kita dari kemalangan apapun.

Moreover, in the Marici Dharani Sutra (佛說摩利支天陀羅尼咒經) - Taisho Tripaka 1256, it is said that if we write Marici Dharani, put it in our hair or cloth, and take it everywhere, then this Dharani can protect us from any calamities.

Pada Sutra Kekuatan Adikodrati Ucchusma Yang Sanggup Menghentikan Ratusan Perubahan, kita dapat menjumpai beberapa hu:
Ini the Sutra of Ucchusma on the Supernatural Power That Stops Hundreds of Transformations, we can find some talismans:

Sumber gambar: The Quintessence of Secret (Esoteric) Buddhism by Trieu Phuoc (Duc Quy).

Menurut sutra yang disebutkan di atas, hu ini dapat melimpahkan pengetahuan dan kebijaksanaan, namun kita hendaknya juga melafalkan dharani-nya 1.000 kali.
According to above mentioned Sutra, this seal can bestow us knowledge and wisdom, but we should recite also the dharani 1.000 times.


Sumber gambar: The Quintessence of Secret (Esoteric) Buddhism by Trieu Phuoc (Duc Quy)

Hu dapat membuat orang yang melihat praktisi merasa bergembira dan juga melindungi dari penderitaan.
This seal can make people happy who see the practioner and also protect from miseries.

Hu yang nampak pada gambar di atas memperlihatkan pengaruh Tiongkok.
Seals which are pictured above clearly shown Chinese influence.

Bukti-bukti di atas memperlihatkan bahwa ilmu hu juga ada dalam kanon Buddhisme Mahayana, khususnya bagian Tantrayana.
These facts show us that talisman tradition can also be found in Mahayana Buddhist canon especialy, Tantric Buddhism.

Di samping itu, di kalangan rakyat terdapat pula hu bernuansa Buddhis.
Besides that, within folktradition we can find also talismans which represent Buddhist influence:



Tiga tanda di bagian atas fu (nomor 1) melambangkan Triratna atau Tiga Permata (Buddha, Dharma, dan Sangha).  Di bagian tengah fu dapat kita saksikan transliterasi bahasa Tionghua mantra Avalokitesvara (Om mani padme hum ), yang berbunyi: an ma ni ba mi hong. Fu di atas merupakan fu Avalokitesvara (Guanyin) guna menolak berbagai mara bahaya. dimana penggunaannya dengan cara dibakar dan abunya dicampur dengan air serta diminum.

Three mark signs (number 1)  in the upper part of talisman represent Triple Jewels (Buddha, Dharma, and Sangha). In the middle part we can notice the transliteration of Avalokitesvara mantra (Om mani padme hum)-an ma ni ba mi hong. This is a talisman of Avalokitesvara (Guanyin) for protection toward any calamities. It should be burnt, mixed with water, and to be drunk.


Ini adalah hu tujuh Buddha melimpahkan keselamatan. Kita dapat memperhatikan adanya aksara 唵 (an or Om), aspek yang sangat penting dalam mantra Buddhis atau Hindu. Selain itu, kita dapat pula menyaksikan tujuh aksara 佛 (fo) yang berarti Buddha.

This is a talisman of seven Buddhas bestowing safety. We can notice the character 唵 (an or Om), the very important element in Buddhist an Hindu mantras. We can see also seven 佛 (fo or Buddha) characters.

TAMBAHAN
ADDITION

Sebagai bahan perbandingan, saya akan mengulas pula hu yang dijumpai di Muangthai. Sebagaimana yang sebagian besar di antara kita ketahui, bangsa Thai merupakan penganut Buddhisme Theravada.

As comparison, I will also discuss some talismans which can be found in Thailand. As mostly of us know, Thai people are adherents of Theravada Buddhist tradition.


Hu jenis ini digambarkan pada secarik kain kuning dan ditulis dengan tinta merah. Gunanya adalah mendatangkan keberuntungan dan kemakmuran. Kita dapat menyaksikan gambar Bhikkhu Sivali (nomor 2). Gambar Mogallana dan Sariputta (nomor 3) beserta dewi-dewi bumi dan langit (nomor 4).

This kind of amulet is drawn on a piece of yellow cloth and written by red ink. The function is to bring luck and wealth. We can see the picture of Bhikkhu Sivali (number 2). Pictures of Mogallana and Sariputta (number 2), and earth and sky goddeses (number 4).

Kita dapat pula menjumpai beberapa hu Thai lainnya sebagai berikut:
We can also found some kind of Thai Talismans as following:


Sumber/ Source: Short Notes of Religious Articles (vol 2) halaman 74

Amulet ini berasal dari Kuil Wat Khun Phien Yankonporn, Propinsi Sukphan, Muangthai. Gambar seperti kura-kura pada bagian bawah Buddha melambangkan Dewa Khun Phien yang diyakini sanggup menganugerahkan kemakmuran.

This amulet originated from Wat Kun Phien Yankonporn Temple, Sukphan Province, Thailand. The picture like tortoise under Buddha represents God Khun Phien who is believed can bestow wealth.


Sumber/ Source: Short Notes of Religious Articles (vol 2) halaman 73

Amulet ini berasal dari Kuil Wat Charkrapoon di Bangkok. Pada bagian tengah amulet ini tergambar Brahma yang juga dikenal sebagai Phra-pom dalam bahasa Muangthai. Simbol-simbol yang berada di sekeliling Brahma melambangkan lima unsur, yakni logam, kayu, air, api, dan tanah; atau hendak menyatakan bahwa Brahma adalah penguasa bagi kelima unsur tersebut.

This amulet is originated from Wat Charkrapoon Temple in Bangkok. Brahma who is also known by Phra-pom in Thai language potrayed in the middle. Symbolisms around Brahma represent five elements: metal, wood, water, fire, and earth. This means that Brahma is the lord of 5 elements.

Sumber/ Source: Short Notes of Religious Articles (vol 2) halaman 72.

Hu ini berasal dari Kuil Thanompaching, Propinsi Wong Khai, Muangthai Timur Laut. Diyakini pula bahwa hu ini dapat menghindarkan sabotase terhadap usaha kita.

This amulet is originated from Thanompaching Temple, Wong Khai Provice, North East Thailand. It is believed that this talisman can protect our bussiness from sabotage.

Senin, 29 Oktober 2012

Anda tak bisa maju, Anda tak bisa mundur, tetapi Anda juga tidak bisa berdiam diri saja. Ke manakah Anda akan pergi?


Anda tak bisa maju, Anda tak bisa mundur, tetapi Anda juga tidak bisa berdiam diri saja. Ke manakah Anda akan pergi?

Ivan Taniputera
30 September 2012

Pertanyaan yang menjadi judul artikel di atas sebenarnya diambil dari ajaran seorang guru besar. Sangat mirip sekali dengan koan dalam Zen atau Ch'an. Saya menafsirkan bahwa pertanyaan di atas mengacu pada praktik "kesadaran terhadap masa sekarang." Yakni kita benar-benar hidup pada saat "sekarang." Tanpa terbelenggu oleh mimpi masa lalu maupun bayang-bayang masa depan. Kita berupaya menyadari hidup pada "saat sekarang dan di sini juga" (now and here). Kita tidak bergerak maju atau mundur. Sekarang adalah suatu titik di dalam waktu. Sekarang bukan masa lalu (mundur) dan juga bukan masa depan (maju). Sekarang ya sekarang yang tidak bisa maju ataupun mundur. Kalau Anda mundur, namanya bukan sekarang lagi dan jika Anda maju namanya juga bukan sekarang lagi. Meskipun demikian, apa yang disebut "sekarang" pun juga akan terus bergerak. Anda tidak bisa menghentikan waktu. "Sekarang" adalah bagian kontinum waktu yang terus bergerak. Jadi dengan kata lain Anda tidak bisa "berdiam diri saja," karena waktu terus begerak. "Sekarang" juga bukan sesuatu yang perlu dilekati, karena "sekarang" pun juga akan berubah menjadi masa lalu. Oleh karena itu, meditasi kesadaran terhadap saat "sekarang" berarti dengan sendirinya Anda juga bergerak mengikuti arus waktu karena "kekinian" bukan sesuatu yang statis. Anda menyadari kehadiran segala sesuatu sebagaimana adanya, tanpa perlu melekat pada beban kesedihan atau rasa bersalah masa lalu dan tidak perlu takut pada hantu kekhawatiran masa depan. Hiduplah pada saat "sekarang." Para guru spiritual menyebutkan bahwa inilah kebahagiaan sejati, keajaiban sejati.

Guru yang sama pernah pula mengajukan pertanyaan "Apakah Anda pernah melihat air mengalir yang diam?" Pertanyaan ini juga senada dengan pertanyaan sebelumnya. Seolah-olah pertanyaan terakhir itu mengandung kontradiksi. Namun barangkali jika Anda pernah mempelajari fisika, maka dalam menelaah gerak partikel, kita seolah-olah "menghentikan" partikel tersebut, dan menganalisa letak, posisi, kecepatan, dan lain sebagainya dalam kerangka  waktu tertentu. Padahal partikel tersebut adalah senantiasa bergerak. Begitu juga saat kita memotret benda yang bergerak. Kita seolah-olah menghentikan benda tersebut dalam bentuk potret dan melihat kondisinya dalam suatu waktu tertentu. Namun kembali kita perlu mengingat bahwa benda itu sesungguhnya senantiasa bergerak.




Demikian semoga bermanfaat.

Rabu, 08 Agustus 2012

Seminar Sukses dan Buddhadharma


Seminar Sukses dan Buddhadharma

Ivan Taniputera
8 Agustus 2012

Dewasa ini kita menyaksikan banyaknya seminar tentang kesuksesan yang ditawarkan.Umpamanya sukses menjadi penjual yang berhasil, sukses pensiun dini, sukses menjadi kaya, dan lain sebagainya. Di sini kita masih menyaksikan bahwa kesuksesan itu hanya dinilai dari sisi materi semata. Benarkah ini kesuksesan sejati? Kalau kita renungkan lebih mendalam, dalam kebanyakan kasus, kesuksesan Anda adalah kegagalan bagi orang lain. Karena hanya ada juara satu, maka jika Anda "berhasil" menjadi juara pertama, itu berarti bahwa orang lain "gagal" menjadi juara pertama. Jadi jelas sekali secara logis, keberhasilan Anda adalah kegagalan bagi orang lain.

Mari kita analisa lebih jauh hal berikut ini, misalkan ada sebuah pabrik yang memproduksi 100 buah barang. Terdapat 10 orang sales dan salah satunya adalah Anda sendiri. Masing-masing sales berupaya menjual sebanyak mungkin dan ingin menjadi sales terbaik. Jikalau Anda berhasil menjual 11 buah barang, maka sudah pasti sales yang lain akan menjual lebih sedikit dibanding Anda. Jadi arti kesuksesan di sini masih dibangun atas dasar kompetisi. Seminar-seminar yang mengajarkan penggapaian kesuksesan masih dibangun atas dasar kompetisi. Sepintas memang kompetisi itu baik, namun mari kita renungkan kembali hal berikut ini.
Bagaimanakah jika kita mengubah paradigma persaingan dalam contoh di atas menjadi demikian: Setiap sales hanya diperkenankan menjual 10 barang saja (100 dibagi 10, yakni jumlah salesnya). Jika ada yang sudah laku semuanya, maka ia terjun membantu sales lain, yang penjualannya paling seret. Di sini terdapat konsep tolong menolong. Semua orang akan mendapatkan hasil yang sama. Manakah yang lebih indah, sistim berdasarkan persaingan ataukah tolong menolong  seperti yang baru saja di ungkapkan?

Dunia kita patut diakui sedang sakit dan menerapkan sistim yang keliru. Kesenjangan sosial meraja lela di mana-mana. Kemiskinan, ketidak-adilan, beserta ketimpangan merajalela di mana. Ada orang yang memiliki tanah berhektar-hektar, sementara yang lain ada yang tidur berjejalan di pondok-pondok kumuh. Ada orang yang makan berlebihan dan tidak jarang membuang-buang makanan, sementara ada orang yang tidak makan selama berhari-hari. Ada orang yang mengatakan bahwa salah orang-orang yang tidur di pondok kumuh itu sendiri, sehingga mereka mengalami nasib demikian. Bahkan seorang pembangkit motivasi mengatakan bahwa tiap orang bisa berhasil. Tetapi benarkah demikian? Anak seorang kaya, semenjak lahir sudah dibekali dengan nilai +1, yakni modal dari orang tuanya. Jika ia mendapatkan mendapatkan pendidikan yang memadai, maka bertambah lagi nilai +1-nya. Ia tentu memiliki rekan-rekan bisnis sesama orang kaya, jadi modal kehidupannya bertambah lagi +1. Kini paling tidak, ia sudah mengantungi nilai +3. Bandingkan dengan orang yang tinggal di pondok kumuh. Ia tidak punya modal apa-apa, nilainya adalah -1. Ia tidak punya kesempatan mendapatkan pendidikan yang memadai, nilainya -1. Koneksinya adalah sesama gelandangan dan pengemis, yang juga sama-sama kekurangan, maka nilainya bertambah lagi dengan -1. Jadi ia mengantungi -3.

Perhatikan betapa kontras perbedaannya. Jika semua orang punya hak untuk berhasil, maka ini adalah pertarungan yang tidak adil. Untuk mencapai kondisi cukup untuk hidup saja, ia harus melampaui 3 poin agar tiba pada nilai 0. Oleh karenanya, seruan pembangkit semangat semacam itu adalah ibarat mengajarkan seseorang bermimpi. Kembali di sini kesuksesan yang dimaksud adalah hanya ditinjau dari sisi materi.

Apakah sukses pensiun dini itu bermoral? Nilai seorang manusia itu adalah manfaat atau kontribusinya bagi sesama. Jika ada orang yang hanya duduk diam menikmati kekayaannya atau hanya ongkang-ongkang kaki saja serta hidup hedonisme, apakah nilainya bagi kehidupan? Orang itu tidak punya nilai sama sekali dan menjadi benalu atau parasit bagi peradaban, karena dia tidak menciptakan nilai tambah sama sekali bagi sesamanya. Lalu bagaimana mungkin seruan pensiun dini dapat dianggap bermoral?

Sebenarnya bagaimanakah kesuksesan yang "sejati"? Kesuksesan "sejati"  adalah kesanggupan menciptakan semakin banyak kebahagiaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Pada saat kita mampu "sukses" namun kita justru membantu orang lain agar "sukses" maka itulah kesuksesan sejati. Kesuksesan sejati bukanlah terletak  pada pertanyaan "berapa banyak barang yang  Anda telah jual," melainkan pada "berapa banyak orang yang Anda bantu menjualkan barangnya"? Dalam buku "Geography of Bliss" nampak jelas bahwa sikap altruistik adalah salah satu musabab bagi kebahagiaan. Suatu pencapaian egois yang bercirikan "aku hidup-kamu mati" atau "aku menang-kamu kalah" bukanlah kesuksesan sejati. Ubahlah konsep "kebahagiaanku adalah penderitaan bagi orang lain" menjadi "kebahagiaanku adalah kebahagiaan bagi orang lain, kebahagiaan orang lain adalah kebahagianku juga." Barulah dunia ini akan menjadi lebih baik. 

Bagaimana dengan Buddhadharma. Menurut Buddhadharma kesuksesan tertinggi adalah pembebasan dari segenap belenggu samsara yangt berhakikat dukha.  Dengan demikian, menurut Buddhadharma kesuksesan tidak lagi ditinjau dari sisi materi semata. Kekayaan apapun hakikatnya tetap tidak memuaskan, karena keinginan manusia itu ibaratnya seperti sumur tanpa dasar. Lebih jauh lagi, seorang Bodhisattva hendaknya tidak memikirkan kepentingan dirinya sendiri saja, melainkan juga kebahagiaan semua makhluk. Oleh karena itu, perjuangan berdasarkan kompetisi menang-kalah atau hidup-mati bertentangan dengan Buddhadharma.

Semoga bermanfaat.

Sabtu, 10 Maret 2012

Ngelmu Kwan Iem

Ngelmu Kwan Iem

Ivan Taniputera
15 Maret 2009
(Hari Peringatan Bodhisattva Avalokitesvara)

Kebetulan hari ini bertepatan dengan peringatan Avalokitesvara Bodhisattva. Oleh karena itu, saya tergerak untuk menulis mengenai Beliau. Semoga karya tulis kecil dapat membuat seseorang umat Buddhis semakin mengenal Beliau.
Pertama-tama, saya ingin menjelaskan mengenai makna judul di atas. Bagi sebagian orang, kata "ngelmu" yang berasal dari bahasa Jawa berarti mencari ilmu kesaktian. Apakah "ngelmu Kwan Iem" berarti mencari kesaktian seperti Kwan Iem dalam ceritera-ceritera dongeng? YA! Tetapi kesaktian di sini maksudnya adalah Kebijaksanaan dan Belas Kasih Kwan Iem, karena sesungguhnya kebijaksanaan dan belas kasih itu adalah kesaktian yang tertinggi. Jadi "ngelmu Kwan Iem" berarti "meneladani kebijaksanaan dan belas kasih Avalokitesvara Bodhisattva."
Tadi pagi saya mengikuti kebaktian di vihara yang mengadakan pembacaan Sutra Saddharma Pundarika, yakni bagian Bumenbin (bab 25). Gatha-gathanya jika direnungkan sungguh menyentuh:

Kemudian Sang Bodhisattva Akshyamati bertanya dalam syair ini:

Yang Maha Agung dengan segala tanda-tanda gaibnya!
Biarlah sekarang aku bertanya tentangnya lagi:
Karena alasan apakah maka putera Buddha ini dinamakan Sang Avalokitesvara?

Sang Buddha dengan seluruh tanda-tanda gaibnya menjawab Sang Akshayamati dalam syair:

Dengarlah jasa-jasa dari Sang Avalokitesvara,
...
Prasetyanya yang agung sangat begitu dalam seperti lautan
Tiada dapat dibayangkan ion-ionnya
Dengan melayani ribuan koti para Buddha
Ia telah mengucapkan prasetya agung yang suci
Baiklah Aku ceritakan kepadamu secara singkat
Dia yang mendengar namanya dan melihatnya
Dan mengingat-ingatnya tanpa henti-hentinya di dalam hatinya
Akan dapat mengakhiri kesengsaraan duniawi
Meskipun orang lain dengan niat yang jahat
Melemparkannya ke dalam lubang api
Biarlah ia berpikir tentang daya gaib Sang Avalokitesvara
Dan lubang api itu akan menjadi sebuah kolam
Atau diapungkan di sepanjang samudera... dst

Demikianlah, jika kita merenungkan gatha itu kebajikan Bodhisattva Avalokitesvara sungguh tak terbayangkan. Pada bagian selanjutnya Avalokitesvara melayani segenap keinginan para makhluk dengan menyampaikan dan menjelmakan dirinya sesuai dengan keinginan mereka. Avalokitesvara sungguh guru keteladanan yang tanpa akhir.
Bila kita membaca Sutra Karandavyuha, kasih Kwan Iem juga digambarkan secara indah dan nyata! Dengan kemunculan Sang Avalokitesvara neraka menjadi tempat yang sejuk dan menyenangkan. Matahari dan rembulan dikatakan memancar keluar dari mataNya. Sungguh agung dan mengharukan kasih Kwan Iem!
Mungkin bukan kali ini saja kita merayakan peringatan Bodhisattva Avalokitesvara; namun sudahkah kita menyelami benar-benar keagungan hati Kwan Iem? Sudahkah kita mengerti makna: "Avalokitesvara bodhisattvo gambirayam caryam caramano vya va lokayati sma panca skandhah svabhava cunyan paccyati sma.....?"
Mungkin banyak orang hanya dapat mengacung2kan dupa dan meminta-minta pada sang Bodhisattva. Saya yakin Beliau pasti mendengarkan setiap keinginan para makhluk. Namun tidakkah lebih baik jika kita "ngelmu" kebijaksanaan Beliau dan menjadi Kwan Iem-Kwan Iem lainnya sehingga tugas Beliau lebih ringan.

Semoga semua makhluk berbahagia

Selamat hari Avalokitesvara Bodhisattva

Dasar-dasar Manajemen Vihara

Dasar-dasar Manajemen Vihara

Ivan Taniputera
(16 Januari 2011)


Pengantar


Sebenarnya sudah lama saya ingin menulis mengenai manajemen vihara. Meskipun demikian, karena keterbatasan waktu, baru kali ini saya berhasil menuliskan artikel dengan topik tersebut. Tulisan ini didapat dari hasil wawancara dan pengamatan terhadap berbagai organisasi vihara yang ada.
Perkembangan zaman yang terus bergulir menghendaki adanya suatu sistim manajemen vihara. Tentu saja sistim yang diadopsi dalam mengatur vihara kemungkinan berbeda dari satu vihara ke vihara lainnya. Meskipun demikian, terdapat suatu panduan garis besar manajemen yang dapat diberlakukan di sebagian besar vihara.
Diharapkan artikel ini sanggup memberikan sumbangsih berharga bagi kemajuan organisasi vihara di negeri kita dan sanggup memajukan perkembangan agama Buddha pada umumnya.

a.Perlunya manajemen vihara

Bila direnungkan lebih seksama, vihara juga merupakan sejenis organisasi yang membutuhkan pengaturan, sehingga segenap fungsinya dapat berjalan lancar. Hal ini tidaklah berbeda dengan organisasi lain yang bersifat duniawi, umpamanya partai politik dan perusahaan. Vihara memerlukan sistim organisasi dan pengaturan yang baik, sehingga dapat memaksimalkan pelayanan terhadap umat tanpa terkecuali. Bedanya dengan organisasi sekuler ataupun keagamaan lainnya adalah manajemen vihara hendaknya mengedepankan prinsip-prinsip Dharma.

b.Prinsip-prinsip dasar manajemen vihara

Sebagaimana yang baru saja diungkapkan, prinsip-prinsip Dharma selayaknya menjadi landasan utama bagi manajemen vihara. Metta karuna hendaknya menjadi motor penggerak bagi sistim manajemen vihara. Dengan adanya belas kasih berlandaskan Dharma, hendaknya terjadi sikap saling menghormati dan mengasihi antara sesama pelaku manajemen vihara dan antara pelaku manajemen vihara dengan umat.
Sikap rendah hati dan tidak mementingkan diri sendiri, patut ditanamkan bagi setiap pelaksana manajemen vihara. Masing-masing hendaknya bersikap saling asih dan asuh. Jangan ada pelaksana manajemen vihara yang merasa dirinya paling penting, paling pandai, atau paling hebat. Yang patut dikedepankan adalah hasil kerja kelompok (team) dan bukannya kinerja perseorangan (single fighter).
Prinsip berikutnya adalah mudita, yang dalam hal ini adalah saling menyokong antara sesama pelaksana manajemen. Jangan menyalahkan atau mencoba menimpakan kesalahan pada orang lain. Bila ada sesama pelaksana yang sanggup menelurkan ide-ide atau karya hebat, kita hendaknya bersuka cita.
Selanjutnya adalah prinsip upekkha atau keseimbangan batin. Dalam hal ini seorang pelaksana harus dengan lapang dada menerima kritikan atau masukan dari sesama pelaksana manajemen serta umat. Jangan setelah menerima kritikan lantas marah atau emosi. Beberapa orang lantas mengundurkan diri dan tidak mau datang lagi ke vihara setelah dikritik. Biarlah kritik itu menjadi pelajaran bagi diri kita sebagai bekal kehidupan di tengah masyarakat. Keseimbangan batin ini juga mendorong kita agar tidak bersikap membeda-bedakan. Umat vihara tentunya berasal dari banyak golongan dan tingkat perekonomian. Janganlah mengutamakan umat-umat yang kaya atau berduit saja. Buddha sendiri mengajarkan Dharma kepada semua orang tanpa membeda-bedakan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya kita meneladani Guru kita.
Tentu saja masih banyak lagi prinsip-prinsip lainnya, namun nampaknya keempat prinsip di atas yang terpenting. Prinsip-prinsip kecil lain umpamanya adalah rela berkorban serta tak mudah mengeluh. Sebelum seseorang memangku tugas-tugas sebagai pelaksana manajemen vihara, hendaknya prinsip-prinsip ini dipahami baik-baik.
Sebaliknya, sebagai umat kita juga harus menghargai para pelaksana manajemen vihara. Kita selaku umat perlu menyadari bahwa pelaksana manajemen telah bekerja keras menyelesaikan berbagai tugas. Dengan demikian, kita jangan mudah menyalahkan mereka hanya karena urusan sepele. Kendati demikian kembangkan sikap saling membangun. Apabila sekiranya ada kritikan atau usulan membangun janganlah ragu-ragu menyampaikan pada mereka. Dengan demikian, hubungan yang kondusif antara pelaksana manajemen vihara dan umat akan terselenggara dengan baik.

c.Tatanan organisasi vihara

Sebagai pelindung bagi manajemen vihara biasanya adalah anggota Sangha. Selanjutnya diperlukan seorang ketua vihara. Sesudah itu barulah dibentuk berbagai divisi sesuai kebutuhan vihara, seperti bendahara, divisi kerohanian, divisi acara, divisi muda-mudi, divisi keamanan, divisi umum, dan lain sebagainya. Masing-masing vihara kemungkinan memiliki divisi yang tidak sama. Oleh karena itu, sebelum merancang sistim organisatoris vihara perlu mempertimbangkan kebutuhan yang ada. Yang perlu diingat divisi-divisi dalam vihara tidaklah berdiri sendiri-sendiri melainkan harus saling berkoordinasi satu sama lain. Suatu kegiatan barulah dapat terlaksana apabila berbagai divisi itu sanggup bekerja sama dengan baik.

KETUA VIHARA

Memimpin divisi-divisi di bawahnya dan mengupayakan agar kegiatan vihara berjalan lancar. Ketua vihara hendaknya berkoordinasi dengan pelindung manajemen vihara, yang biasanya berasal dari kalangan Sangha. Tugas ketua vihara sangat berat. Ia hendaknya sanggup pula mencari pribadi-pribadi yang berbobot demi mengembangkan viharanya.

BENDAHARA
Tugasnya tentu saja adalah menangani masalah keuangan vihara. Adapun kemungkinan sumber keuangan vihara antara lain: (1)sumbangan atau dana umat dan (2)penjualan melalui bursa. Oleh karena itu, di bawah bendahara boleh dibentuk divisi bursa vihara. Bendahara hendaknya sanggup menghadirkan laporan keuangan vihara yang transparan-mengingat sekarang adalah era transparasi. Sebagai tambahan, karena berkaitan dengan laporan keuangan vihara, ada baiknya bendahara menguasai pula ilmu akutansi. Penguasaan ilmu ini merupakan tuntutan perkembangan zaman, sehingga bila suatu vihara ingin maju diperlukan pula tenaga-tenaga handal sebagai pengurusnya.

DIVISI KEROHANIAN
Bertugas menangani kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pembelajaran dan pembabaran Dharma. Sebagai contoh adalah mengatur penyelenggaraan sekolah minggu atau kelas pembelajaran Dharma bagi muda-mudi.

DIVISI ACARA
Bertugas menangani acara-acara rutin maupun khusus. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan vihara, umpamanya retret, bakti sosial atau pembagian sembako juga merupakan tanggung jawab divisi ini. Khusus mengenai retret dapat berkoordinasi dengan divisi kerohanian, mengingat masing-masing divisi tidaklah berdiri sendiri-sendiri. Acara rutin misalnya puja bakti mingguan atau setiap hari uposatha. Oleh karena, upacara-upacara di vihara memerlukan kehadiran para anggota Sangha, divisi acara juga perlu berkoordinasi dengan pelindung organisasi manajemen vihara, tentu saja melalui ketua vihara.
Penyambutan umat juga menjadi tanggung jawab divisi acara.

DIVISI MUDA-MUDI

Kaum muda merupakan elemen penting vihara. Pada pundak kaum muda terletak kemajuan vihara dan agama Buddha secara umum di masa mendatang. Itulah sebabnya, penulis merasa perlu mengadakan suatu divisi khusus bagi kaum muda-mudi demi mewadahi dan menyalurkan aspirasi mereka. Mungkin ada yang berpikir bahwa kegiatan divisi muda-mudi ini ada tumpang tindihnya dengan divisi kerohanian (berupa kelas Dharma bagi kaum muda-mudi). Memang pemikiran ini ada benarnya, karena suatu divisi itu tidaklah berdiri sendiri-sendiri, sehingga perlu ada koordinasi antara berbagai divisi yang ada, termasuk divisi kerohanian dan muda-mudi. Divisi muda-mudi mungkin lebih banyak menangani kegiatan selain kerohanian, seperti kursus bahasa Inggris, Mandarin, bela diri, dan lain sebagainya yang dilakukan dalam lingkungan vihara. Tentu saja, hal ini tidak berarti bahwa orang yang merasa dirinya tidak muda lagi tak boleh berpartisipasi dalam kegiatan semacam itu.

DIVISI KEAMANAN

Bertugas menangani masalah keamanan dan ketertiban di vihara. Mengingatkan para pengunjung agar berpakaian sopan juga menjadi tanggung jawab divisi keamanan. Tentu saja dalam menjalankan tugasnya divisi keamanan harus tetap bersikap ramah dan sopan namun tegas. Salah satu tugas lain divisi keamanan misalnya mengingatkan pengunjung vihara yang lalai melepas alas kakinya saat memasuki vihara.

d.Penyambutan tamu

Salah satu pertanyaan penting sehubungan dengan manajemen vihara adalah apakah diperlukan penyambut tamu saat diadakannya puja bakti di vihara. Tentu saja jawaban bagi pertanyaan ini beragam. Memang dalam naskah-naskah suci Buddhis tidak disebutkan mengenai perlunya penyambutan bagi tamu (setidaknya sejauh yang saya ketahui). Meskipun demikian, bila direnungkan menjadi penyambut tamu setidaknya dapat menjadi latihan bagi kita mengembangkan keramahan. Sesungguhnya memberikan senyuman saja, dapat dianggap sebagai pemberian dana. Jadi adanya penyambut tamu tidak ada ruginya serta dapat membawa efek positif.
Lalu dari sudut pandang sistim manajemen vihara, di bawah koordinasi siapakah penyambut tamu itu? Penyambut tamu dapat berada di bawah divisi acara. Ada baiknya, sebelum bertugas sebagai penyambut tamu seseorang diberikan training dan panduan terlebih dahulu.

e.Pendapatan dan pengeluaran vihara


Bendahara bertugas melakukan pembukuan terhadap pemasukan dan pengeluaran vihara. Sebelumnya perlu didata terlebih dahulu apa yang menjadi sumber pemasukan dan pengeluaran vihara.

SUMBER PEMASUKAN VIHARA

Kotak dana sumbangan
Sumbangan umat
Penjualan barang-barang di bursa (patung, barang sembahyang, dan lain sebagainya)
Khusus kotak dana sumbangan perlu dihitung secara berkala, umpamanya seminggu sekali. Lalu seluruh hasilnya dibukukan secara teliti dan cermat.

SUMBER PENGELUARAN VIHARA

Listrik
Kebersihan dan perawatan
Gaji karyawan (bila ada)
Internet (bila ada)
Makan dan minum (bila ada-terutama saat perayaan-perayaan tertentu)
Pembangunan, perbaikan, atau perombakan gedung skala besar
Pemasukan dan pengeluaran vihara ini ada baiknya secara berkala juga diaudit.
f.Pertemuan (meeting) pengurus vihara
Para pelaku manajemen vihara perlu mengadakan pertemuan secara teratur guna membahas perkembangan dan pengaturan vihara. Demi menjaga profesionalisme, undangan mengadakan pertemuan hendaknya secara tertulis dan jelas. Undangan yang hanya lisan semata, perlu dihindari. Agar dipastikan pula agar seluruh pengurus vihara menerima undangan tersebut. Undangan boleh juga ditempel di papan pengumuman.
Undangan yang baik hendaknya mencamtumkan hal-hal sebagai berikut: tanggal, jam, dan tempat pertemuan, serta tujuan pertemuan. Bahasa yang dipergunakan jelas dan sopan. Hindari undangan rapat yang terlalu bertele-tele.
Saat membicarakan suatu topik dalam rapat para peserta seyogianya tetap berpegang pada prinsip-prinsip Dharma. Apabila menerima undangan rapat, para pengurus vihara selayaknya meluangkan waktu demi menghadirinya.

Penutup

Demikianlah sekelumit dasar-dasar manajemen vihara. Tentu saja, praktik manajemen vihara di lapangan jauh lebih sulit. Artikel ini hanya mengulas dasar-dasarnya saja. Tulisan ini boleh disebar-luaskan tanpa mengurangi atau menambahi isinya. Apabila hendak dikutip silakan disebutkan sumbernya. Segenap kritik dan saran dapat menghubungi penulis di ivan_taniputera [at] yahoo.com atau 0816658902. Semoga tulisan ini dapat menambah kepustakaan mengenai agama Buddha di negeri kita.

Rabu, 22 Februari 2012

Etika Bisnis Buddhis

Etika Bisnis Buddhis

Ivan Taniputera
22 Februari 2012




Baru-baru ini saya membaca di surat kabar mengenai orang yang mendaur-ulang makanan kadaluarsa dan menjualnya kembali. Tindakan ini sungguh merugikan dan membahayakan kesehatan konsumen. Dewasa ini, banyak orang mengabaikan etika bisnis demi kepentingannya sendiri. Lalu bagaimanakah etika bisnis menurut Buddhadharma? Sesungguhnya banyak terdapat ajaran dalam Sutra yang dapat dikaitkan dengan prinsip bisnis bermoral selaras Buddhadharma. Salah satu di antaranya adalah kutipan sebagai berikut yang berasal dari Sutra Saddharmapundarika:

"Aku adalah ayah dari segenap makhluk dan haruslah Ku-renggut mereka dari derita serta memberikan mereka berhak daripada Keibijaksanaan Buddha... " (bab III)

Berdasarkan kutipan di atas jelas sekali bahwa Hyang Buddha menyatakan dirinya sebagai ayah bagi segenap makhluk. Oleh karena itu, kita perlu meneladani Hyang Buddha dengan tidak mencelakakan makhluk lain. Apabila kita menjual atau memperdagangkan sesuatu yang mengandung substansi berbahaya, itu berarti kita tidaklah menjadi "ayah" bagi segenap makhluk. Tidak mungkin seorang ayah yang baik memberikan sesuatu yang buruk bagi anak-anaknya. Dengan demikian, kita akan memberikan yang terbaik bagi orang lain. Kita tidak akan mungkin memberikan pewarna makanan sebagai makanan bagi anak-anak kita. Tidak mungkin kita memberikan makanan kadaluarsa bagi anak-anak kita.

Apakah kita akan kalah dalam persaingan jika menerapkan etika bisnis Buddhis? Jawabannya tentu tidak. Karena meskipun kita mendapatkan lebih sedikit keuntungan karena tidak berupaya menghalalkan segala cara, namun orang akan mempercayai kita. Jikalau orang yakin bahwa barang yang kita jual pasti baik kualitasnya, mereka akan tetap mencari kita karena merasakan adanya rasa aman. Sebagai contoh, bila orang yakin bahwa makanan yang kita jual bebas pewarna tekstil, tentu ini merupakan nilai jual tersendiri.

Selanjutnya, bisnis kita hendaknya tidaklah melibatkan hal-hal yang berpotensi menambah keserakahan, kebencian, dan kebodohan. Ini adalah salah satu prinsip mendasar dalam Buddhisme. Hyang Buddha tentu tidak menginginkan anak-anaknya bertumbuh dalam keserakahan, kebencian, dan kebodohan.

Demikianlah sekelumit prinsip etis Buddhis dalam berbisnis. Semoga bermanfaat.

Selasa, 07 Februari 2012

Butir-butir Dharma Avatamsaka Sutra

Butir-butir Dharma Avatamsaka Sutra.

Diterjemahkan oleh Ivan Taniputera

sumber: "The Flower Ornament Scripture: A Translation of the Avatamsaka Sutra" by Thomas Clearly.

Bab 1 Perhiasan Ajaib para Penguasa Dunia

1.Kebijaksanaan dan belas kasih Buddha

The Buddha's wisdom if boundless-
It has no equal in the world, it has no attachment;
Compassionately responding to beings, it manifests everywhere:
Great Fame has realized this path.

(Avatamsaka Sutra book one)

Kebijaksanan Buddha jika tak terbatas-
Tiada bandingannya di dunia ini, ia terbebas dari kemelekatan;
Dengan dilandasi belas kasih memancar pada para makhluk, ia mewujud di
mana-mana:
Kemashyuran Agung merealisasi sang jalan ini.

(Sutra Avatamsaka bab 1)

2.Hakekat Kebuddhaan

The Buddha's body is exceedingly vast-
No borders can be found in the ten directions.
His expedient means are unlimited:
Subtle Light's knowledge has access to this.

(Avatamsaka Sutra book one)

Tubah Buddha yang maha luas
Tiada batasannya di sepuluh penjuru [semesta].
Metode jitu (upaya kausalya)nya tak terbatas:
Pengetahuan Cahaya Mendalam telah [sanggup] menyelaminya

(Sutra Avatamsaka bab 1)

Buddhas like space, without discrimination,
Equal to the real cosmos, with no resting place,
Phantom manifestations circulate everywhere,
All sitting on enlightenment sites attaining true awareness.

(Avatamsaka Sutra book one)

Para Buddha bagaikan angkasa [maha luas], tanpa perbedaan sedikitpun
Sama dengan alam semesta yang sejati, tanpa suatu tempat kediamanpun,
Perwujudan khayalnya memanifestasi di mana-mana,
Semuanya duduk di tempat pencapaian pencerahannya [masing-masing]
merealisasi kebenaran sejati.

(Sutra Avatamsaka bab 1)

3.Buddha membebaskan para makhluk dari penderitaan

The pains of birth, aging, sickness, death, and grief
Oppress beings without relief.
The Great Teacher takes pity and vows to remove them all:
Inexhaustible Wisdom Light can comprehend

(Avatamsaka Sutra book one)

Kesengsaraan karena kelahiran, usia tua, penyakit, dan penderitaan
Mendera para makhluk tanpa henti
Sang Guru Agung merasa kasihan melihat hal itu dan berikrar untuk
membebaskan semuanya
Cahaya Kebijaksanaan nan Tak Pernah Kering sanggup menyelami hal ini

(Sutra Avatamsaka bab 1)

Bab 2 Tampilnya Seorang Buddha



Bab 3

Bab 4

1. Kosmologi Buddhis

There are some oceans of worlds
Compounded of jewels,
Solid and unbreakable
Resting on precious lotus blossoms

Some are pure light beams
Of unknowable origin;
These arrays of all light beams
Rest in empty space

Some are made of pure light
And also rest on light rays
Embellished with clouds of light
Where enlightening beings roam.

(Avatamsaka Sutra book four)

Terdapat beberapa sistim dunia
Terbentuk dari permata
Kokoh dan tak terhancurkan
Bernaung di atas bunga teratai nan berharga

Beberapa di antaranya terbentuk dari berkas cahaya murni
Yang asalnya tak dikenal
Semuanya merupakan berkas-berkas cahaya
Bernaung di ruang kosong

Beberapa di antaranya terbentuk dari cahaya murni
Dan juga bernaung pada pancaran-pancaran cahaya
Diselubungi oleh awan cahaya
Tempat di mana para Bodhisattva berdiam.

(Sutra Avatamsaka bab 4)

Kutipan di atas memperlihatkan bahwa Buddhisme telah mengenal alam
semesta yang terdiri dari materi dan cahaya. Kalimat "kokoh dan tak
terpecahkan" merujuk pada partikel atom yang menyusun materi. Bait
kedua di atas nampaknya mengacu pada sinar kosmis yang merupakan sisa-
sisa pembentukan jagad raya. Sementara itu bait ketiga mengacu pada
pancaran cahaya yang berasal dari benda-benda langit. Sebagai
tambahan sinar kosmis ini mulai diteliti oleh para fisikawan dari
Institut Teknologi Kalifornia di Pasadena pada tahun 1932, dan
didapati bahwa di dalamnya terkandung partikel-partikel elementer
yang belum pernah dikenal sebelumnya. Partikel elementer merupakan
partikel tunggal yang tidak terbagi-bagi lagi, sehingga inilah
sebabnya, mengapa kutipan sutra di atas mempergunakan istilah "murni."

2.Penyebab-penyebab terciptanya alam semesta

Children of Buddha, if explained in brief, there are ten kinds of
causes and conditions by which all oceans of worlds have been formed,
are formed, and will be formed. What are the ten? They are:

1)Because of the Buddhas' mystical powers.
2)Because they must be so by natural law
3)Because of the acts of all sentient beings
4)Because of what is realized by all enlightening beings developing
omniscience
5)Because of the roots of goodness accumulated by both enlightening
beings and all sentient beings
6)Because of the power of the vows of enlightening beings purifying
lands
7)Because entlightening beings have accomplished practical
undertakings without regressing
8)Because of the enlightening beings' freedom of pure resolve
9)Because of the independent power flowing from the roots of goodness
of all enlightened ones and the moment of enlightenment of all Buddhas
10)Because of the independent power of the vows of the Universally
Good

(Avatamsaka Sutra book four)

Children of Buddha, if explained in brief, there are ten kinds of
causes and conditions by which all oceans of worlds have been formed,
are formed, and will be formed. What are the ten? They are:

Putera-putera Buddha, jika dijelaskan secara singkat, terdapat
sepuluh penyebab dan kondisi yang menyebabkan terbentuknya sistim
dunia, baik yang telah berlangsung, sedang berlangsung, atau akan
berlangsung. Apakah sepuluh hal itu? Kesepuluh hal itu adalah:

1) Karena kekuatan gaib para Buddha
2) Terbentuk secara alami oleh hukum alam
3) Karena akumulasi karma para makhluk
4) Karena apa yang telah direalisasi oleh para Bodhisattva yang
mengembangkan kemaha-tahuan.
5) Karena akar kebajikan yang diakumulasi baik oleh para Bodhisattva
dan semua makhluk.
6) Karena kekuatan ikrar para Bodhisattva yang memurnikan dunia-dunia
itu.
7) Karena para Bodhisattva telah menyempurnakan praktek kebajikan
dengan pantang mundur.
8) Karena kekuatan kebebasan para Bodhisattva dalam kebajikan murni.
9) Karena kekuatan independen yang mengalir dari akar kebajikan semua
Buddha dan saat pencerahan semua Buddha.
10) Karena kekuatan independen ikrar Bodhisattva Kebajikan Universal

(Avatamsaka Sutra bab 4)

Berbeda dengan ilmu pengetahuan modern yang hanya memperhitungkan
aspek-aspek hukum alam saja dalam menjelaskan tentang asal muasal
alam semesta, maka Buddhisme menekankan pula pentingnya aspek-aspek
di luar hukum alam dalam pembentukan dan perkembangan alam semesta.
Seperti aspek karma para makhluk yang juga ikut menentukan.

3.Karma dan pikiran yang menciptakan alam sekitar kita

All lands are born
According to the power of actions;
You all should observe
The forms of change as they are

Defiled sentient beings are bound
By habitual confusions, to be feared:
Their mind cause oceans of worlds
To all become defiled

If any have pure hearts
And cultivate virtuous deeds,
Their mind will cause oceans of worlds
To have purity mixed with defilement

If entlightening beings of faith and understanding
Are born in the age,
According to what's in their minds
Purity mixed with defilement will show

(Avatamsaka Sutra book 4 page 198 - 199)

Seluruh negeri tercipta
Sesuai dengan kekuatan tindakan (karma)
Kalian semua hendaknya mengamati
Segala perwujudan berubah sebagaimana adanya

Para makhluk yang masih terbelenggu kekotoran batin
Oleh pandangan salah yang telah menjadi kebiasaan, merasa takut
Pikiran mereka menciptakan lautan dunia
Dimana semuanya menjadi tercemari

Jika ada beberapa di antara mereka yang memiliki pikiran murni
Serta mengembangkan tindakan-tindakan bajik
Pikiran mereka akan menciptakan lautan dunia
Yang bercampur antara kemurnian dan kecemaran

Jika ada makhluk yang bertujuan untuk mencapai pencerahan memiliki
keyakinan dan pemahaman
Terlahir pada saat itu
Seturut dengan apa yang ada dalam pikiran mereka
Kemurnian bercampur dengan kecemaran akan memperlihatkan dirinya

(Sutra Avatamsaka bab 4)

Berdasarkan kutipan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa:

a.Alam sekitar kita merupakan resultan berbagai tindakan serta
pikiran yang berasal dari para makhluk yang menghuninya. Jika para
penghuni dunia ini melakukan tindakan dan pikiran yang tidak baik,
maka dunia ini juga akan rusak.
b.Pola pikir dan tindakan kita juga membentuk dunia sekitar kita.
Jika kita berpikir bahwa sesuatu itu baik, maka hal itu akan nampak
baik. Sebagai contoh, bila kita telah beranggapan bahwa seseorang itu
baik, maka segala tindakannya akan nampak baik, sebaliknya jika kita
berpikir bahwa orang itu tidak baik, maka sebaik apapun tindakannya
akan nampak negatif bagi kita.

Ini merupakan filosofi Buddhisme yang sangat mendalam. Oleh karena
itu bagi seorang Buddha segalanya akan menjadi murni, karena ia telah
menghapuskan segenap kekotoran batin. Hal ini dinyatakan dengan
sangat jelas pada sutra yang sama:

If a Buddha appear in the world
Everything is marvelous
In accord with the purity of mind
All adornments are complete

(Avatamsaka sutra book four, page 199)

Jika seorang Buddha hadir di dunia ini
Segala sesuatu akan menjadi luar biasa
Sesuai dengan kemurnian pikiran
Semua perhiasan nan indah akan menjadi sempurna

(Sutra Avatamsaka bab 4)

Bab 5 Dunia Tepian Bunga

1.Kekuatan spiritual seorang Buddha

The great ocean of world has no bounds
Its circumference of jewels is pure and multicolored
All the adornments it has are of rare beauty
This comes from the spiritual power of the Buddha

(Avatamsaka Sutra book five, page 204)

Lautan dunia maha luas tidak memiliki batasan
Sekelilingnya yang terdiri dari permata bersifat murni serta memiliki
beragam warna
Seluruh perhiasan itu memiliki keindahan yang langka
Ini [semua] terlahir dari kekuatan spiritual Buddha

(Sutra Avatamsaka bab 5)

2.Buddha mengajarkan jalan menuju pembebasan

Crystal nets, bells of gold
Covers the rivers, broacasting Buddha's voice
Preaching all ways to enlightenment
All the sublime practice of universal good

(Avatamsaka sutra book five, page 209-210)

Jaring-jaring terbuat dari kristal, lonceng terbuat dari emas
Menyelubungi sungai-sungai, menyiarkan suara Buddha
Membabarkan semua jalan menuju pencerahan
Seluruh praktek kebajikan universal

(Sutra Avatamsaka bab 5)

Buddha mengajarkan jalan menuju pembebasan sehingga membebaskan kita
dari belenggu jeratan karma, yang oleh sebagian orang disebut sebagai
takdir.

3.Baik atau buruk diri kita sendiri yang menentukan

In each atom of this ground
All Buddha-children cultivate the Way
All see the lands predicted for their futures
All of them pure according fo their wishes

(Avatamsaka sutra book five, page 211)

Dalam setiap atom di tanah ini
Seluruh putera Buddha mempraktekkan Sang Jalan
Seluruhnya melihat negeri-negeri itu memprediksikan masa depan mereka
Seluruhnya menjadi murni seturut harapan mereka

(Sutra Avatamsaka bab 5)

4.Tubuh Buddha hadir di mana-mana

The Buddha's body pervades all lands
Which are also filled by countless enlightening beings
The Buddha's freedom has no equal
Edifying all conscious creatures

(Avatamsaka sutra book five, page 215)

Tubuh Buddha menembus seluruh jagad
Yang juga dipenuhi oleh tak terhitung para makhluk yang bertujuan
untuk mencapai pencerahan
Kebebasan Buddha tiada bandingannya
Memperlihatkan perhatian pada seluruh makhluk yang berkesadaran

(Sutra Avatamsaka bab 5)

5.Pandangan tentang jagad raya

The Flower Bank ocean of worlds
Is equal to the universe
Its adornment are extremely pure
Resting peacefully in space

(Avatamsaka sutra book five, page 242)

Sistem Dunia Tepian Bunga
Adalah sama dengan jagad raya
Perhiasannya sungguh murni
Berada dengan damai di ruang angkasa

(Sutra Avatamsaka bab 5)

Ini adalah konsep luar biasa dalam Buddhisme, yang telah menyatakan
bahwa bintang-bintang dan planet-planet berada di ruang angkasa tanpa
ditumpu apapun, padahal beberapa pandangan yang sezaman dengannya
menyatakan bahwa bumi ini ditopang oleh seorang raksasa bernama Atlas
atau makhluk-makhluk raksasa lainnya.

6.Jagad raya yang senantiasa mengalami kelahiran dan kemusnahan

In each of the systems of worlds
The worlds are inconceibably many
Some forming, some decaying
Some have already crumbled away

(Avatamsaka sutra book five, page 243)

Dalam setiap sistem dunia itu
Planet-planet luar biasa banyaknya sehingga tak terbayangkan
Beberapa diantaranya sedang tercipta, beberapa di antaranya sedang
menuju kemusnahannya
Beberapa di antaranya bahkan telah musnah

(Avatamsaka sutra bab 5)

Kutipan di atas dengan jelas menyatakan bahwa segala sesuatu di jagad
raya ini senantiasa mengalami siklus kelahiran dan kemusnahannya.
Jika ada bintang-bintang yang mengalami kemusnahan, maka di tempat
lainnya terdapat pula bintang-bintang atau benda langit lainnya yang
tercipta. Nebula merupakan contoh bintang yang meledak.

7.Hukum pewarisan genetika

Just as when seeds are different
So are the fruit they produce
Because of differences in the force of acts
Living beings' land are not the same

(Avatamsaka sutra book five, page 243)

Sebagaimana halnya benih yang berbeda
Akan menghasilkan buah yang berbeda pula
Karena berbedanya kekuatan tindakan (karma)
Tanah tempat berdiamnya para makhluk juga tidaklah sama

(Sutra Avatamsaka bab 5)

8.Fenomena yang tak berawal tetapi saling bergantungan satu sama
lainnya

The phenomena of the worlds
Are thus variously seen
Yet they are really have no orignation
And also no disintegration

(Avatamsaka sutra book five, page 245)

Fenomena yang ada di dunia-dunia tersebut
Jika diperhatikan nampak beraneka ragam
Tepi mereka sesungguhnya tidak memiliki awal mula
Dan tidak pula terpisah satu sama lainnya

(Sutra Avatamsaka bab 5)

Bab 6 Vairocana

1.Keagungan Buddha Vairocana yang bagaikan matahari

The Buddha sits on the site of enlightenment
Pure and clear in his great radiant light
Like a thousand suns emerging
Illumining all over space

(Avatamsaka sutra book six page 257)

Buddha duduk di tempat pencapaian pencerahannya
Murni dan jernih dalam cahaya keagungannya
Bagaikan pancaran cahaya dari seribu matahari
Menerangi seluruh penjuru jagad raya

(Sutra Avatamsaka bab 6)

2.Bergegas mendengarkan ajaran Buddha bersama-sama dengan semua
makhluk

You should quickly assemble
All the various kings
Their princes and great ministers
Their governors, and the rest

Announce in all the cities
They should beat the great drum
Gathering all the people
To go and see the Buddha

At every single crossroad
Jewels bells should be rung
Let wives, children, households,
Together go to see the Buddha

All the city castles
Should be ordered cleaned
Raise beautiful bannes everywhere
Decorated with jewels

......

Bring them all to the Buddha
With hearts full of joy
Wives, children, retinue, all
Go to see the World Honored One

(Avatamsaka sutra book six, page 258 - 259)

Kalian hendaknya segera mengumpulkan
Seluruh raja-raja yang ada
[Beserta] para pangeran serta menteri-menteri agung
Para gubernur, dan lain sebagainya

Maklumkanlah di semua kota
Mereka hendaknya menabuh genderang besar
Mengumpulkan semua orang
Untuk pergi dan melihat Buddha

Pada setiap persimpangan jalan
Genta-genta permata hendaknya dibunyikan
Biarlah para istri, anak, dan anggota rumah tangga
Pergi bersama-sama menjumpai Buddha

Seluruh kota perbentengan
Hendaknya diperintahkan untuk dibersihkan
Kibarkan panji-panji nan indah di mana-mana
Dihiasi dengan permata

Bawalah mereka semua pada Buddha
Dengan hati yang dipenuhi suka cita
Istri, anak, para pengikut, semuanya
Pergi menjumpai Yang Dijunjungi Dunia

(Sutra Avatamsaka bab 6)

Setelah meyakini kebenaran Ajaran Buddha melalui ehipassiko, maka
kita hendaknya bergegas mendengarkan dan mempelajari Ajaran Buddha;
bahkan kita hendaknya juga memaklumkan Kebenaran ini pada orang
lainnya, agar mereka juga memperoleh manfaat dalam kehidupannya. Kita
hendaknya tidak bersikap egois dengan menyimpan Kebenaran ini bagi
diri sendiri.

3.Memberikan dukungan pada semua Buddha

Offering support to every Buddha
Until the end of time
Never getting tired of it
One will attain the highest path

All Buddhas of all times
Will together fulfill your hopes
You will attend in person
The congregation of all Buddhas

(Avatamsaka sutra book six, page 263)

Mempersembahkan dukungan bagi setiap Buddha
Hingga ke akhir segala masa
Tidak kenal lelah menjalankannya
Ia akan mencapai tataran tertinggi

Semua Buddha dari seluruh kurun waktu
Akan bersama-sama memenuhi harapanmu
Akan akan memasuki secara pribadi
Persamuan semua Buddha

(Sutra Avatamsaka bab 6)

Memberikan dukungan bagi semua Buddha dapat ditafsirkan sebagai
berjuang keras untuk melatih diri sendiri dan memajukan Buddhadharma
demi kepentingan semua makhluk

4.Bergembira karena memiliki kesempatan berjumpa Ajaran Buddha

You should all be joyful
Dance, delight, and pay respect
I will go with you there
If one sees the Buddha, all miseries will cease

(Avatamsaka sutra book six, page 265)

Engkah hendaknya merasa bergembira
Menari, bersuka cipta, serta menghaturkan penghormatan
Aku akan pergi bersamamu ke sana
Jika seseorang berjumpa Buddha, semua penderitaan akan sirna

(Sutra Avatamsaka bab 6)

Ajaran Buddha sungguh sangat sulit diperoleh, oleh karena itu jika
memiliki kesempatan untuk berjumpa dengannya, seseorang hendaknya
bersuka cita.

Bab 7 Nama-nama para Buddha

1.Kesatuan masa lampau, sekarang, dan yang akan datang bagi seorang
Buddha

.... he [Buddha] dwelt in the abode of buddhahood, attained the
equanimity of the enlightened, reached the state of immutability, in
the realm where there are no barriers; unhindered in action, he
established the inconceivable, perceiving all in the past, present,
and future

(Avatamsaka sutra book seven, page 270)

.... ia (maksudnya Buddha) berdiam dalam ruang lingkup Kebuddhaan,
mencapai sikap non dualitas tercerahi yang tidak membeda-bedakan,
mencapai tingkatan yang tak berubah lagi, dalam ruang lingkup yang
tanpa penghalang lagi; tak terintangi dalam segenap tindakan, ia
mencapati tingkatan tak terbayangkan, mencerap segala sesuatu baik
yang berasal dari masa lampau, sekarang, maupun yang akan datang.

(Sutra Avatamsaka bab 7)

2.Nama-nama para Buddha

In the South
Bagian selanjutnya diisi dengan nama-nama para Buddha dengan Tanah
Murninya masing-masing. Karena tulisan ini hanya dimaksudkan sebagai
ringkasan saja, maka kita tidak akan memaparkannya pada kesempatan
kali ini.

Bab 8

Bab 9

1.Tiadanya kebijaksanaan menyebabkan tanha

Sentient beings lack wisdom
Wounded and poisoned by the thorns of craving;
For their sake we seek enlightenment:
Such is the law of all Buddhas

Seeing all things,
Giving up extremes,
Once enlightened, never regressing,
They turn the incoparable wheel of truth

(Avatamsaka sutra book nine, page 284)

Para makhluk yang tidak memiliki kebijaksanaan
Dilukai dan diracuni oleh duri-duri kemelekatan
Demi kebaikan mereka kita berusaha merealisasi Pencerahan
Demikianlah hukum semua Buddha

Melihat segala sesuatu sebagaimana adanya
Menghilangkan seluruh pandangan ekstrem
Sekali tercerahi, tidak akan pernah mengalami kemerosotan lagi
Mereka akan memutar roda kebenaran tak tertandingi

(Sutra Avatamsaka bab 9)

2. Buddha mengajarkan ajarannya secara bertahap

Tidak semua makhluk memiliki wawasan yang sama, oleh karena itu
pendiri Buddhisme mengajarkan kebenaran itu secara bertahap.

The Buddha comprehends, without peer,
The exceedingly profound truth;
Sentient beings cannot understand,
So he reveals it step-by-step

(Avatamsaka Sutra book nine, page 287)

Buddha memasuki perenungan, tanpa berkedip
Kebenaran yang luar biasa dalam
Para makhluk tidak dapat memahaminya
Karena itu ia mengungkapkannya tahap demi tahap

(Sutra Avatamsaka bab 9)

3.Mengembangkan cinta kasih agung

Developing great compassion
To save and protect all sentient beings,
Forever leaving human and celestials realms:
This is what work should be done

(Avatamsaka sutra book nine, page 289)

Mengembangkan belas kasih agung
Untuk menyelamatkan dan melindungi semua makhluk
Selamanya terbebas dari alam manusia dan dewa:
Inilah karya yang harus dilakukan

(Sutra Avatamsaka bab 9)

4.Mengembangkan keyakinan pada Buddha

Always with faith in the Buddha,
The mind never regressing,
Associating with the enlightened ones:
This is what work should be done.

(Avatamsaka Sutra book nine, page 289)

Selalu memiliki keyakinan terhadap Buddha
Dengan pikiran tanpa kemerosotan lagi,
Senantiasa berhubungan dengan Yang Tercerahi:
Inilah karya yang harus dilakukan.

(Sutra Avatamsaka bab 9)

Bab 10

1. Keagungan dan Kebenaran Buddha

Just as the king of the gods
Appears throughout the universe
Yet his body has no change
So is the truth of all Buddhas

(Avatamsaka Sutra book ten)

Sebagaimana halnya raja para dewa
Yang muncul di seluruh penjuru semesta
Tubuhnya tiada berubah sedikitpun
Demikianlah kebenaran semua Buddha

(Sutra Avatamsaka bab 10)

2. Buddha tidak membeda-bedakan

Also like the great thunderheads
Raining all over the earth
The raindrops make no distinctions:
So is the truth of all Buddhas

(Avatamsaka Sutra book ten)

Bagaikan awan hujan yang besar
Menjatuhkan hujan ke seluruh penjuru bumi
Curahan hujan yang tidak membeda-bedakan siapapun juga
Demikianlah kebenaran semua Buddha

(Sutra Avatamsaka bab 10)

3.Iman dan praktek

Like a deaf musician
Who pleases others, not hearing himself:
So is the one who is learned
Who does not appy the teaching.

Like a blind embroiderer
Who shows others but cannot see:
So are those who are learned
But do not practice the teaching.

(Avatamsaka Sutra book ten, page 307)

Laksana pemusik tuli
Yang hanya dapat menghibur orang lain, tetapi tak dapat mendengar
sendiri [keindahan] permainannya:
Demikianlah orang yang terpelajar
Namun tidak melaksanakan apa yang dipelajarinya.

Laksana penenun buta
Yang hanya dapat memperlihatkan hasil karyanya pada orang lain,
tetapi tidak dapat melihat sendiri [hasil karyanya]
Demikianlah orang yang terpelajar
Namun tidak melaksanakan apa yang dipelajarinya.

(Sutra Avatamsaka bab 10)

Bab 11

1.Hidup berkeluarga dan spiritualisme

While serving their parents,
They should wish that all beings
Serve the Buddha,
Protecting and nourishing everyone.

While with their spouses and children,
They should wish that all beings
Be impartial toward everyone
And forever give up attachment.

(Avatamsaka Sutra book eleven, page 313)

Ketika melayani orang tuanya
Hendaknya ia berharap agar semua makhluk
melayani para Buddha,
Melindungi dan memelihara keberlangsungan segalanya.

Ketika sedang bersama-sama pasangan hidup dan anak-anaknya,
Hendaknya ia berharap agar semua makhluk
Mengembangkan keseimbangan batin terhadap semuanya
Dan selamanya melepaskan kemelekatan.

2.Jembatan menuju pembebasan

If they see a bridge,
They should wish that all beings
Carry all across to freedom
Like a bridge.

(Avatamsaka Sutra book eleven, page 321)

Jika melihat sebuah jembatan,
Mereka hendaknya berharap agar semua makhluk
Semuanya menyeberang menuju pembebasan
Bagaikan jembatan.

(Sutra Avatamsaka bab 11)

Bab 12

Keyakinan yang benar

When faith is undefiled, the mind is pure;
Obliterating pride, it is the root of reverence,
And the foremost wealth in the treasury of religion,
Being a pure hand to receive the practices.

Faith is generous, the mind not begrudging;
Faith can joyfully enter the Buddha's teaching;
Faith can increase knowledge and virtue;
Faith can assure arrival at enlightenment.

Faith can makes the faculties pure, clear, and sharp;
The power of faith is strong and indestructible,
Faith can annihilate the root of affliction,
Faith can turn one wholly to the virtues of buddhahood.

Faith has no attachment to objects:
Transcending difficulties, it reaches freedom from trouble.
Faith can go beyond the pathways of demons,
And reveal the unsurpassed road of liberation.

Faith is the unspoiled seed of virtue,
Faith can grow the seed of enlightenment.
Faith can increase supreme knowledge,
Faith can reveal all Buddhas.

(Avatamsaka Sutra book twelve, page 331-332)

Jika keyakinan benar, maka pikiran akan menjadi murni;
Menghapuskan kesombongan, ini adalah akar pemujaan [terhadap
kebajikan],
Serta harta pusaka teragung dalam perbendaharaan spiritualisme,
Jadilah murni untuk menjalankan praktek-praktek ini.

Keyakinan itu bersifat tulus, dengan pikiran bebas dari iri hati;
Keyakinan memungkinkan seseorang memasuki ajaran Buddha dengan suka
cita;
Keyakinan dapat meningkatkan pengetahuan dan kebajikan;
Keyakinan dapat memastikan seseorang merealisasi Pencerahan.

Keyakinan dapat memurnikan kemampuan indrawi, menjadikannya jelas dan
terang;
Kekuatan keyakinan itu kuat dan tak terhancurkan.
Keyakinan dapat menghapus akar rintangan,
Keyakinan dapat membawa seseorang sepenuhnya pada kebajikan
Kebuddhaan.

Keyakinan tidak memiliki kemelekatan terhadap apapun:
Mengatasi segenap kesulitan, ia mencapai pembebasan dari permasalahan.
Keyakinan mengatasi segenap jalan para makhluk jahat,
Serta mengungkapkan jalan menuju pembebasan yang tak terlampaui.

Keyakinan adalah benih kebajikan yang tidak pernah sia-sia,
Keyakinan dapat menumbuhkan benih-benih Pencerahan.
Keyakinan dan meningkatkan pengetahuan terunggul,
Keyakinan dapat mengungkapkan semua Buddha.

(Sutra Avatamsaka bab 12)

Bab 13

Bab 14

Hukum Kekekalan Energi

Observing all things
To be without inherent existence,
Whatever their appearances of origin and disappearance,
Being just provisional descriptions,
All things are unborn,
All things are imperishable:
To one who can understand this
The Buddha will always manifest.

(Avatamsaka Sutra book fourteen, page 373)

Mengamati segala sesuatunya
Yang tak memiliki eksistensi inheren,
Apapun tampaknya asal usul dan kemusnahan semua itu,
Hanyalah semata-semata istilah sementara saja [demi mempermudah
penggambarannya],
Segala sesuatu [sesungguhnya] tidaklah diciptakan,
Segala sesuatu [juga] tidaklah dapat dimusnahkan:
Bagi seseorang yang dapat memahami hal ini
Buddha akan selalu mewujudkan dirinya.

(Sutra Avatamsaka bab 14).

Tiadanya realita inheren

Things have no true reality;
Because of wrongly grasping them as real
Do ordinary people therefore
Revolve in the prison of birth and death.

(Avatamsaka Sutra book fourteen, page 375)

Segala sesuatu tidak memiliki realita sejati;
Secara salah dipandang sebagai benar-benar nyata
Karenanya orang awam
Mengembara dalam penjaran kelahiran dan kematian.

(Sutra Avatamsaka bab 14)

Bab 15

1. Umat Buddha didorong untuk melimpahkan keselamatan bagi semua
makhluk:

These-Buddha-children in the fifth abode
Develope skillful means to liberate sentient beings;
The Saint of Great Knowledge, with all virtues,
Enlightens them with teachings like this

(Avatamsaka Sutra Book Fifteen)

Putera-puteri Buddha ini yang berada di tingkatan kelima
Mengembangkan metode jitu (upaya-kausalya) dalam membebaskan semua
makhluk
Para Suciwan dengan Pengetahuan Agung, disertai segenap kebajikannya
Mencerahkan mereka semua dengan ajaran-ajaran semacam ini

(Sutra Avatamsaka bab 15).