Sabtu, 13 Juli 2013

MENGHARGAI KEHIDUPAN

 MENGHARGAI KEHIDUPAN
Ivan Taniputera
14 Juli 2013
 
Zerstreut zum Markt um Fisch und Fleisch zu kaufen
Und die nach Hause tragen um die hungrige Gattin zu ernaehren.
Ist es notwendig das Leben des anderen zu nehmen um sich zu Leben?
Es ist eines was nicht in den Himmel bringt sondern um so sicherer in die Hoelle.

(Ch'an Meister-Han Shan)

Terjemahan ke Bahasa Indonesia oleh Ivan Taniputera (14 Juli 2013):

Berjalan tergopoh-gopoh ke pasar guna membeli daging dan ikan.
Dan membawanya pulang demi memberi makan isteri yang lapar.
Apakah perlu mengambil nyawa makhluk lain agar diri sendiri dapat hidup?
Ini adalah tindakan yang nampaknya tidak membawa ke Alam Surga, melainkan lebih meyakinkan lagi ke Alam Neraka.

(Mahaguru Ch'an-Han Shan).

Suatu sajak kehidupan yang amat mengena. Pelajaran kehidupan yang hendak saya bagikan di hari Minggu ini. Membunuh juga mencakup menjelek-jelekkan orang lain, mengganjal karier atau bisnis orang lain, menahan pemberian atau amal bagi orang lain yang membutuhkan (janda, anak yatim piatu, dll), menginginkan orang lain celaka dengan penuh kebencian, dan lain sebagainya. Setiap makhluk memiliki hak hidup. Setiap makhluk tidak menyukai penderitaan, apapun agama, kepercayaan, ras, golongan, dan lain sebagainya. Mulai dari makhluk hidup yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Yang kelihatan maupun tidak kelihatan, semuanya membenci penderitaan dan mengingingkan kebahagiaan. Marilah kita berharap agar semua makhluk sejahtera adanya.

Selasa, 09 Juli 2013

PEDANG YANG DIPEGANG MANJUSHRI BUKANLAH PEDANG DAN KARENA ITU ADALAH PEDANG


PEDANG YANG DIPEGANG MANJUSHRI BUKANLAH PEDANG DAN KARENA ITU ADALAH PEDANG

Ivan Taniputera
9 Juli 2013




Dalam kehidupan ini kita senantiasa menggunakan pedang konseptualisasi guna memotong, membelah, dan memilah-milah berbagai realita dan menggolongkannya ke dalam ranah dualisme. Orang ini baik, yang itu buruk. Sekte ini benar dan sekte itu sesat. Agamaku yang paling benar dan agama lain salah. Yang ini bagus dan yang itu jelek. Kita senantiasa menggunakan pedang konseptualisasi sebagai wahana memotong-motong, memenggal, dan membelah-belah segenap realita atau fenomena. Namun, segenap upaya konseptualisasi itu bukanlah kebenaran tertinggi atau pamungkas. Mengapa demikian? Jawabnya sangat sederhana, karena segala sesuatu pada awalnya adalah tiada terbagi. Kesatuan asali inilah yang disebut hakikat sejati segala sesutu (tathata). Sebelum Anda menggunakan pedang konseptualisasi itu adakah yang sesat dan tidak sesat? "Sesat" dan "tidak sesat" hanya muncul setelah Anda menggunakan pedang konseptualisasi Anda, sehingga bukan merupakan sesuatu yang asali.

Kita menyaksikan bahwa Yang Arya Bodhisattva Manjushri memegang sebilah pedang. Namun jika dikatakan bahwa pedang itu bukan untuk membelah, memenggal, atau memotong berbagai realita, Anda mungkin akan kecewa. Anda akan bertanya-tanya, "Mengapa yang disebut pedang, tetapi tidak dapat dipergunakan membelah, memenggal, atau memotong sesuatu? Kalau begitu ia tak dapat disebut pedang." Namun itu adalah sekali lagi konsep bentukan pikiran Anda sendiri. Memang ia nampaknya adalah bukan pedang.

Pedang yang dipegang oleh Manjushri adalah pedang kebijaksanaan yang sudah terbebas dari dualisme. Sehingga tiada lagi yang perlu dibelah, dipotong, atau dipilah-pilah. Oleh karenanya, pedang Manjushri adalah bukan pedang, sehingga merupakan pedang sejati.

Semoga dapat menjadi bahan renungan yang baik.

Jasa pahala segenap kebajikan dilimpahkan pada Guru, Buddha, Dharma, dan Sangha serta Yang Arya Maha Dewi Rshi Yaochi.