Minggu, 02 Juni 2013

INILAH RAHASIA MENDAPATKAN BERKAH DAN KEBERUNTUNGAN DALAM HIDUPMU

INILAH RAHASIA MENDAPATKAN BERKAH DAN KEBERUNTUNGAN DALAM HIDUPMU

Ivan Taniputera
2 Juni 2013



Sebelumnya saya perlu mengatakan bahwa saya menulis ini sama sekali bukan untuk bahan perdebatan, melainkan sebagai renungan. Apabila Anda menganggapnya baik, maka terimalah. Namun, jika Anda menganggapnya buruk, tinggalkanlah. Apa yang saya sampaikan di sini bukan hanya ditujukan bagi agama tertentu saja, melainkan bagi semua orang yang ingin mendapatkan kehidupan penuh keberuntungan terlepas dari agama apapun dianutnya. Marilah kita hindarkan diri dari segenap sekat-sekat yang membelenggu diri kita. Marilah kita mengembangkan cinta kasih dan persaudaraan antar sesama manusia, tanpa membeda-bedakan apapun agamanya. Semua manusia hanya ingin hidup bahagia dan bebas dari penderitaan. Selamat membaca.

Kalau kita menanyakan, "Siapakah yang ingin mendapatkan keberuntungan dalam hidupnya?" Tentu sebagian besar orang akan mengacungkan tangannya. Sebagian besar orang di muka bumi ini pasti mendambakan nasib baik dan keberuntungan dalam hidupnya. Namun, terkadang seseorang tidak mendapatkan apa yang didambakannya. Mereka lalu mulai menyalahkan Tuhan, Dewa, Buddha, Bodhisattva, Makhluk Suci, Tian, dan lain sebagainya. Mereka mengatakan bahwa Tuhan, Dewa, Buddha, Bodhisattva, Makhluk Suci, Tian dan lain sebagainya "tidak adil." Di sini kita menuntut "keadilan" dari mereka. Terkadang kita merasa iri melihat keberhasilan orang lain, dan kita menuduh Tuhan, Dewa, Buddha, Bodhisattva, Tian, atau Makhluk Suci "tidak adil." Kita telah bekerja keras melebihi orang lain, tetapi mengapa kita tidak sukses seperti mereka? Kita telah banyak memupuk karma bajik (kusala karma), lalu mengapa nasib kita tidak membaik? Kita telah banyak melakukan puja, mengapa keberuntungan tidak mendekati kita? Kita telah banyak melakukan sadhana, tetapi Makhluk Suci tidak menjawab seruan doa kita? Kita lantas menuntut "keadilan" dari para makhluk suci.

Sebelumnya, saya akan mengajukan sebuah pertanyaan pada Anda, jikalau kertas dan batu dijatuhkan dari ketinggian yang sama, manakah yang tiba di tanah terlebih dahulu? Berdasarkan pengalaman saya, sebagian besar orang pada mulanya akan menjawab batu. Ternyata hal itu tidak benar. Batu dan kertas akan jatuh di tanah pada saat yang sama, karena waktu keduanya menyentuh tanah tidak bergantung pada massa atau beratnya. Pertanyaan berikutnya, berat manakah 1 kg besi dan 1 kg kapas? Banyak orang menjawab lebih berat 1 kg besi. Jawaban ini juga keliru, karena 1 kg besi dan 1 kg kapas tentu saja beratnya adalah sama. Alasannya sederhana saja, yakni karena sama-sama 1 kg! Berdasarkan kisah ini, kita mengetahui bahwa apa yang menurut standar logika kita, kita pikir benar, berdasarkan standar "yang lebih tinggi atau lebih benar" belum tentu demikian. Kita mungkin saja salah dalam menilai sesuatu.

Kita merasa para Makhluk Suci tidak adil, karena menilai diri kita sendiri "layak" menerima sesuatu yang saat itu belum kita miliki. Tetapi  semua itu kita pandang dari sudut pemikiran kita sendiri yang belum tentu benar. Saat berdoa pada Tuhan, Buddha, atau Bodhisattva, kita akan berteriak dan memohon keadilan, padahal "layak dan tidak layak" bukanlah kita yang menentukan. Banyak hal-hal eksternal yang menentukan "kelayakan" tersebut, walaupun kita selalu merasa bahwa kita "layak menerimanya."

Lalu apakah yang seharusnya kita lakukan? Saat berdoa kita jangan memohon "keadilan," melainkan kita memohon "anugerah." Apakah yang dimaksud anugerah tersebut? Mari cermatilah ceritera berikut ini. Seorang prajurit berbuat kelalaian sehingga ia dijatuhi hukuman mati. Ibu prajurit itu lantas menghadap Kaisar Napoleon Bonaparte guna memohon ampun bagi anaknya. Ia memohon "anugerah" kaisar. Kaisar menjawab, "Betapa beraninya engkau meminta pengampunan bagi anakmu!" Ibu itu menjawab, "Benar Yang Mulia, saya tahu bahwa anak saya tidak layak menerimanya pengampunan. Ia telah melakukan kesalahanan besar. Saya sungguh-sungguh tahu bahwa ia tidak layak. Namun yang saya minta adalah "anugerah." "Anugerah" adalah sesuatu yang diberikan pada seseorang meskipun ia tak layak menerimanya." Singkat cerita, kaisar merasa tergerak oleh perkataan ibu itu dan membebaskan anaknya dari hukuman mati.

Berdasarkan ceritera di atas, maka kita akan lebih mengetahui mengenai makna sebuah "anugerah." Kita barangkali tidak layak menerima sesuatu yang menyenangkan dalam hidup kita. Namun dengan memohon anugerah, maka kita memohon belas kasih pada Tuhan, Buddha, Bodhisattva, atau Makhluk Suci, agar sudi memberikan "anugerah" pada diri kita yang tak layak ini. Kita berdoa dengan penuh kerendahan hati, bukan kesombongan, karena sesungguhnya kita semua ini hanyalah makhluk-makhluk hina yang tidak layak. Tetapi kita memohon anugerah Mereka agar mengasihani kita yang hina ini. Jika kita sanggup berdoa seperti ini, maka berkah keberuntungan akan mengalir dalam hidup kita.

Demikianlah semoga tulisan ini dapat mendatangkan manfaat bagi kita sebagai bahan perenungan. Semoga kita semua mendapatkan anugerah keberuntungan dan kebahagiaan.