Senin, 30 Desember 2019

SUTRA MEMASUKI RAHIM/ SUTRA KELAHIRAN KEMBALI (TAISHO TRIPITAKA 575, 576, 577)

SUTRA MEMASUKI RAHIM/ SUTRA KELAHIRAN KEMBALI

Bhavasankrantisutra

Dalam kanon Taisho Tripitaka terdapat 3 terjemahan sutra ini, yakni:

Taisho Tripitaka 575:
說大方等修多羅王經
Foshuo dafangdengxiuduoluowangjing
Penterjemah dari bahasa Sansekerta ke bahasa Mandarin: YA. Bodhiruci (Putiliuzhi)

Taisho Tripitaka 576:
說轉有經
Foshuo zhuanyoujing
Penterjemah dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin YA. Fotuoshanduo

Taisho Tripitaka 577:
說大乘流轉諸有經
Foshuo dacheng liuzhuanzhuyoujing
Penterjemah dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin: YA. Yijing

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia oleh Ivan Taniputera.


Jasa pahala terjemahan ini dilimpahkan pada Empat Permata.
.
Dilarang menyebar luaskan sebagian atau seluruh terjemahan ini tanpa seizin penerjemah. Jika telah mendapatkan izin untuk disebar-luaskan maka tidak boleh menambah atau mengurangi apa pun yang terdapat di terjemahan ini dari awal sampai akhir, dan linknya harus tetap dicantumkan.
.
Kritik dan saran membangun untuk kesempurnaan terjemahan diterima dengan senang hati.
.


Adoration to all the Buddha and Bodhisattvas!
Hormat pada semua Buddha dan Bodhisattva!

1. Thus I have heard. The Blessed One once stayed at the Bamboo-grove called Kalantakanivasa, which is situated in Rajagriha, with a large assembly composed of Bhikshu numbering two hundred and fifty and innumerable Bodhisattva Mahasattvas. Thereupon, the Blessed One who was surrounded by many hundred of thousands of followers, beholding ahead, preached Dharma and explained Brahmacarya (celibacy) which is blessing in the beginning, blessing in the middle, blessing in the end, full of good significance, full of good letters and syllables, unique quite perfect, quite pure and quite clean.

DEMIKIANLAH YANG TELAH KUDENGAR. Suatu ketika, Yang Terberkahi (Sang Buddha) sedang berada di Hutan Bambu yang disebut Kalantakanivasa, Rajagriha. Beliau disertai oleh sekumpulan besar bhikshu berjumlah dua ratus lima puluh orang dan tak terhingga para bodhisattva mahasattva. Pada kesempatan itu, Buddha yang dikelilingi oleh ratusan ribu siswanya, berpaling ke depan, membabarkan Dharma dan menjelaskan mengenai brahmacarya yang indah pada bagian awalnya, indah pada bagian tengahnya, indah pada bagian akhirnya, sarat dengan makna mendalam, indah pilihan tutur kata dan tata bahasanya, tiada bandingannya, sempurna, serta tak bercela.

***

2. Then Bimbisara the king of Magadha, an expert in arts, with all his royal pomp and grandeur and with all royal forces, came out of Rajagrha the great city and arrived at the Bamboo grove where the Blessed One was staying. On arriving, he bowed at the feet of the Blessed One and walking around Him three times from left to right, stood in a corner While standing there, Bimbisara the King of Magadha, the expert in arts, asked the Blessed One thus: How, O Blessed One, does an action that has been done, long after its accumulation is checked and it has disappeared, present itself at the time of death and appear before the mind (manas); and how is there no annihilation (avipransa) of actions when everything is empty?

Kemudian Bimbisara, Raja Magadha, yang ahli dalam [berbagai cabang] kesenian, dengan diiringi segenap kemegahan serta kemuliaan kerajaannya dan seluruh angkatan perangnya, keluar dari Rajagriha - kota besar itu - dan tiba di Hutan Bambu; tempat di mana Yang Terberkahi saat itu sedang membabarkan Dharma. Setibanya di sana, ia menyembah ke kaki Yang Terberkahi dan mengelilinginya tiga kali searah jaruh jam, [lalu] berdirilah ia di suatu sisi. Setelah itu, Bimbisara, Raja Magadha, yang ahli dalam [berbagai cabang] kesenian, menanyakan pada Buddha, "Yang Terberkahi, bagaimana mungkin suatu tindakan yang telah selesai dilakukan, lama setelah itu terjadi, dapat muncul kembali dalam pikiran (manas) seseorang saat kematiannya; dan mengapa buah perbuatan yang telah kita lakukan tidak lenyap (avipransa) begitu saja, padahal diajarkan bahwa semuanya adalah “kosong”?"

***

3. The Blessed One replied to Bimbisara the king of Magadha, the expert in arts as follows: Take for example, O King, a man, who while asleep, dreams that he was roving about with some beautiful young woman of a city. When he wakes up from sleep, he may remember that young woman. What do you think, O king? does that woman exist in dream?

Yang Terberkahi menjawab pada Bimbisara, Raja Magadha, yang ahli dalam [berbagai cabang] kesenian, sebagai berikut, "Ambillah sebagai contoh, wahai raja! Seorang pria, yang pada saat tidurnya bermimpi berjalan-jalan dengan beberapa wanita muda yang cantik dari suatu kota. Ketika terjaga dari tidurnya, ia barangkali masih terkenang pada para wanita muda tersebut. Bagaimanakah pendapat Anda, wahai raja, apakah wanita dalam mimpinya itu benar-benar nyata?"

***

4. He said: no, Blessed One.

Ia menjawab, " Tidak, Yang Terberkahi."

***

5. The Blessed One said: What do you think, O king? Would that man be considered wise who would cling to that woman (who appeared) in his dream.
Yang Terberkahi bertanya [pada Raja Bimbisara], "Bagaimanakah pendapat Anda, wahai raja, apakah pria tersebut dikatakan bijaksana, apabila ia tergila-gila pada wanita yang muncul dalam mimpinya tersebut?"

***

6. He said: No, Blessed One, And why so? Because the young woman in the dream does not exist at all; not could she be got at; then how could there be any roving about with her? And thus he becomes and object of failure and fatigue.

Raja Bimbisara menjawab, "Tidak, Yang Terberkahi. Mengapa demikian? Karena wanita muda dalam mimpi itu tidak benar-benar ada. Mustahil untuk sungguh-sungguh berjumpa dengannya. Bagaimana mungkin perjalanan bersama wanita itu dianggap sebagai sesuatu yang nyata? Hanya rasa patah hati dan putus asa-lah yang akan dialami pria tersebut.”

7. The Blessed One said: even so, O king, a foolish, untaught, worldling, when he sees beautiful forms, becomes attached to them; being attached to them, he begins to like them and after liking, he feels a passion for them; and feeling passion he performs the action that springs from the passion indignation and ignorance by means of body speech and mind: and that action which is performed disappears. Disappearing, it does not go towards the east, nor south, nor west,
nor north, nor up, nor down, nor to the interemediate points.

Buddha, Yang Terberkahi berkata, "Meskipun demikian, O, raja, seorang bodoh, yang tidak memiliki wawasan kebijaksanan dan cenderung pada segala sesuatu yang bersifat keduniawian; apabila melihat sesuatu yang elok dipandang, menjadi melekat dan terikat padanya. Timbul rasa senang terhadap hal itu, yang kemudian diikuti oleh bangkitnya hawa nafsu keinginan. Selanjutnya, karena dorongan hawa nafsu keinginan tersebut dan dengan disertai oleh kebencian dan kebodohan, ia melakukan berbagai tindakan; baik melalui tubuh fisik, ucapan maupun pikirannya. Setelah selesai dilakukan, tindakan itu [kemudian] dikatakan “lenyap.” Tetapi, kita tidak dapat mengatakan bahwa tindakan itu “lenyap” menuju ke arah timur, selatan, barat, utara, atas, bawah, ataupun ke penjuru-penjuru di antara [keenam] arah mata angin tersebut.

***

8.But at a later period later on, when the time of death comes in and when the last consciousness disappears buy the exhaustion of one's actions of similar kind, that action appears before the mind as the young woman to a man who was asleep and was awakened from sleep.

Tetapi beberapa waktu kemudian, saat kematian tiba, dan ketika kesadaran yang terakhir lenyap karena matangnya karma seseorang. [Kilasan] bayangan [segenap] tindakan [yang pernah dilakukannya] itu muncul [kembali] dalam benaknya, bagaikan [kenangan] akan para wanita muda dalam mimpi pria [yang telah disebutkan di atas].

***

9.So, O king, the last consciousness disappears and the first consciousness associated with rebirth is born either amongst gods, or men, or demons, or in the hells or in the womb of a beasts or amongst pretas, And immediately after this first consciousness disappears, O king a new series of thought belonging to that (first consciousness) arise where the experience of ripening of the act is to be enjoyed. There is, O king, nothing that goes from this world to another; but death (cyutti) and rebirth (upapatti) take place.

Maka, wahai raja, kesadaran terakhir lenyap, dan kesadaran pertama yang berkaitan dengan tumimbal lahir terlahir di antara para dewa, manusia, asura, makhluk penghuni neraka, di dalam rahim hewan buas, atau di antara kaum preta. Segera setelah kesadaran pertama lenyap, wahai Raja, serangkaian pikiran baru yang merupakan bagian kesadaran pertama itu timbul, di mana buah karma perbuatan-perbuatan terdahulunya akan dialami orang itu. Oleh karenanya, wahai Raja, tidak ada yang berlalu dari alam ini menuju ke [alam] lainnya, melainkan kematian (cyutti) dan kelahiran kembali-lah (upapatti) yang terjadi.

***

10.What is, O king, the disappearance of the last consciousness that is known as "death" What the manifesting of the first consciousness that is known as "rebirth". The last consciousness, o king, when it ceases, does not go anywhere. The first consciousness, when it arises, does not come from anywhere. And why so? Because they gave no reality. So, O king, the last consciousness is itself of void, death of itself void, action of itself void, first consciousness of itself void, rebirth of itself void. And the inexhaustibility of actions comes to play. Immediately after the disappearance of the first consciousness associated with rebirth, O king, an uninterrupted new series of thought arises, where the experience of the ripening of the act is to be enjoyed. So spoke the Blessed One. The Buddha (sugata) the commander (sasta) having spoken in this way, aid as follows:

Wahai Raja, lenyapnya kesadaran terakhir itulah yang dikenal dengan istilah "kematian" [dan selanjutnya] munculnya kesadaran pertama itulah yang dikenal sebagai "kelahiran kembali". Kesadaran terakhir, O, Raja, jika lenyap, tidak pergi ke manapun jua. Kesadaran pertama, jika timbul, tidak datang dari manapun jua. Mengapa demikian? Karena keduanya bukanlah sesuatu yang nyata. Karena itu, O, Raja, kesadaran terakhir sendiri adalah sunya (kosong), kematian sendiri adalah sunya (kosong), tindakan/perbuatan sendiri adalah sunya (kosong), kesadaran pertama sendiri adalah sunya (kosong), kelahiran kembali sendiri adalah juga sunya (kosong). Sementara itu, matangnya buah karma seseorang yang [sesungguhnya telah] mengambil peranan. Segera setelah lenyapnya kesadaran pertama yang dihubungkan dengan kelahiran kembali, O, Raja, bangkitlah suatu rangkaian pemikiran baru yang tak terputus, dimana matangnya buah karma masa lampaunya mulai dirasakan [dalam wujud berbagai peristiwa yang dialami orang itu]. Demikianlah yang telah disabdakan oleh Yang Terberkahi. Inilah yang diajarkan oleh Buddha, Sang Pemimpin Dunia.

***

11. All this is only a mane and established in name only  (sanjnamatra). There is nothing capable of speech apart from words.

Semua ini hanyalah sekedar nama atau istilah (sanjnamatra) belaka .Kendati demikian, tiada seorangpun yang dapat mengungkapkan atau mengkomunikasikan sesuatu tanpa kata-kata.

***

12. By whatever particular names, particular things may be called, they (the things) do not exist in them (those names) indeed; this is what is known as thinghood (dharmata) of all things (dharam).

Nama apapun yang dipergunakan untuk menyebut segala sesuatu, [sesungguhnya] tidaklah mencerminkan kesejatian benda atau hal tersebut (bukanlah benda atau hal itu sendiri), inilah yang dikenal sebagai kedemikianan (dharmata) segala sesuatu (dharam).

CATATAN: Istilah “meja,” tidaklah mencerminkan meja itu sendiri. Ia adalah semata-mata sebuah nama. Orang Inggris menyebutnya sebagai table dan orang Jerman dengan Tisch.

***

13. The nature of the name (namata) is void of itself (naman). The name does not exist in name Nameless are all things: bur they are illuminated by names.

Dengan demikian, hakekat sejati suatu nama atau istilah (namata) adalah kosong (naman). Suatu nama [sebenarnya] tidaklah memiliki hakekat sejati. Segala sesuatu sesungguhnya adalah tidak bernama, tetapi umat manusia menamai semuanya, demi memudahkan penyebutannya.

CATATAN: “Meja” sesungguhnya adalah sekedar nama, yang berasal dari perjanjian atau konsensus bersama (dalam wujud kosa kata suatu bahasa) untuk menyebut benda itu sebagai “meja.” Meskipun semua nama dan istilah itu tidak mencerminkan hakekat sejati suatu benda atau sifat, namun tetap sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hati sebagai alat mengkomunikasikan sesuatu.

***

14. These things are non existent, but born of imagination (kalpana). That imagination if itself void by which the void things are discriminated.

Lebih jauh lagi, semua itu bukanlah sesuatu yang nyata, melainkan terlahir dari imaji-imaji (kalpana) [semata]. Imaji tersebut, yang sesungguhnya juga kosong, diwujudkan dalam sikap membeda-bedakan segala sesuatu.

***

15. That which is uttered by a man of correct perception that "the eye see the form (rupa) is called Relative truth (samvrtisatya) in the view of the world of false faith.

Inilah yang dikatakan oleh seseorang dengan pandangan benar, bahwa: "indra penglihatan yang melekat pada segenap wujud lahiriah (rupa) berada dalam cakupan Kebenaran Relatif (samvrtisatya), dimana [tingkatan kebenaran semacam] ini dianut oleh orang yang masih berpandangan salah.

***

16. Where the leader (nayaka=Buddha) teaches that the perception  (darsana) arises by the aid of a concatenation (of causes and conditions) the wise declare that it is the upacarabhumi of the Absolute Truth.

Sang Buddha mengajarkan bahwa persepsi (darsana) timbul dengan dukungan rangkaian sebab dan akibat; orang bijaksana menyebutnya sebagai upacarabhumi Kebenaran Terunggul.

***

17. The eye sees not the form and the mind knows not dharmas; This is the Absolute truth unto which the world reaches not.

Mata tidak melekat pada [aneka] wujud lahiriah (rupa) dan pikiran tidak melekat pada beraneka macam fenomena. Inilah Kebenaran Terunggul yang tidak dipahami oleh umat awam.

***

18. Thus spoke the Blessed One, Bimbisara the king of Magadha, the expert in arts, those Bodhisattvas and Bhikshus and the would comprising gods, men, demons and angels, being pleased, greatly praised the teaching of the Blessed One.

Demikianlah yang disabdakan oleh Yang Terberkahi. Bimbisara - Raja Magadha yang menguasai aneka cabang kesenian, para bodhisattva, beserta para bhiksu, dewa, manusia, asura, dan segenap makhluk suci, merasa terpuaskan. Mereka semua sungguh-sungguh memuji ajaran yang baru saja dibabarkan oleh Yang Terberkahi.

***
Here ends the Noble Bhavasakranti, a Mahayana Sutra

Bhavasakranti yang Mulia, Sutra dari Mahayana, berakhir sudah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar