Senin, 26 Mei 2014

HITUNG DAGANG DALAM PERKAWINAN

HITUNG DAGANG DALAM PERKAWINAN

Artikel Dharma ke-45, April 2014

Ivan Taniputera
16 Agustus 2008, Semarang 01.06 





Perkawinan merupakan relasi yang unik dalam kehidupan manusia. Mengapa dikatakan unik? Karena idealnya hanya melibatkan dua individu saja. Jadi ini berbeda dengan relasi antar umat manusia yang lain, misalnya relasi bisnis. Dalam relasi bisnis, pihak yang terlibat boleh lebih dari dua. Namun dalam perkawinan, relasi yang ideal HANYA boleh melibatkan dua orang saja. Bila ada pihak ketiga atau lebih, maka perkawinan akan menjadi terguncang. Inilah uniknya perkawinan. Oleh karena sifatnya yang unik ini, maka kita juga perlu mengulasnya dalam suatu kerangka keunikan pula.
Dewasa ini, kita menyaksikan bahwa banyak perkawinan yang mengalami goncangan. Tentu saja banyak sekali alasannya, tetapi menurut saya kunci utama bagi penyebab goncangnya suatu perkawinan hanya terdapat dua sebab utama:

a.Pihak ketiga.
b.Diterapkannya hitung dagang dalam perkawinan.

Penyebab pihak ketiga sudah tidak perlu diulas lagi, karena telah jelas adanya. Untuk mengatasi gangguan pihak ketiga, masing-masing pasangan perlu mengembangkan apa yang namanya komitmen dan kesetiaan. Namun karena topik kita adalah hitung dagang dalam perkawinan, maka masalah pihak ketiga tidak akan kita ulas secara panjang lebar terlebih dahulu.

Jika menilik namanya saja, maka hitung dagang ini melibatkan perhitungan untung dan rugi. Perhitungan jenis ini hanya cocok dalam relasi bisnis saja, tetapi tidak cocok bila diterapkan dalam perkawinan. Untuk jelasnya saya akan mengemukakan contoh sebagai berikut. Seorang teman datang pada saya untuk menanyakan masalah perkawinannya. Kebetulan ia seorang wanita. Ia mengeluhkan bahwa suaminya tidak dapat bekerja, sehingga ia yang harus mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, ia menanyakan apakah sebaiknya bercerai saja. Tentu saja terhadap pertanyaan semacam ini kita harus memikirkan jawabannya masak-masak. Saya menanyakan, “Bukankah Anda seharusnya bangga?" Ia nampak bingung dengan jawaban saya, “Bangga bagaimana?" Saya menjawab, “Bukankah dengan berhasil menjadi tulang punggung keluarga Anda harusnya bangga? Bukankah Anda beragama Buddha?" Memang kebetulan klien tersebut beragama Buddha. Saya melanjutkan, “Dalam agama Buddha bukankah terdapat harapan agar semua makhluk sejahtera batinnya? Apabila Anda telah menjadi penopang dalam keluarga dan bahkan sanggup menghidupi suami Anda, bukankah itu sama saja dengan menjadikan makhluk lain (dalam hal ini suami Anda) berbahagia? Anda seharusnya bangga." Ia nampak terdiam mendengarkan jawaban saya. Lalu setelah itu membantah, “Bukankah tugas seorang suami adalah mencari nafkah bagi keluarganya?" Saya menjawab, “Itu masalahnya! Anda telah menerapkan HITUNG DAGANG dalam keluarga. Anda telah memilah-milah: INI TUGASMU DAN INI TUGASKU. Itulah sebabnya maka perkawinan Anda terancam retak.

Apabila hitung dagang sudah memasuki suatu perkawinan maka kehidupan masing-masing individu akan menjadi tidak bahagia lagi. Perkawinan akan menjadi tak ubahnya relasi bisnis, semua menuntut dan mempertimbangkan berdasarkan konsep untung dan rugi. Suami atau isteri hendaknya tidak melakukan sikap perhitungan semacam itu. Tugas atau pekerjaan apa yang bisa kita pikul hendaknya kita laksanakan dengan senang hati. Jangan karena menganggap bahwa itu tugas pasangan kita, maka kita melakukannya dengan kekesalan atau mengeluh. Saya lalu melakukan pembacaan astrologi terhadap suaminya. Ternyata hasilnya memang ia kurang pandai bekerja, namun ia merupakan orang yang setia. Jadi setiap orang pasti ada kelebihan dan kekurangannya.

Berdasarkan ajaran agama Buddha, orang yang berhasil menikah tentu mempunyai ikatan karma dari masa lampau. Ikatan itu bisa saja positif dan juga negatif. Saya mengatakan pada wanita itu, bahwa kemungkinan pada masa lampau, ia mempunyai hutang karma pada suaminya, sehingga kini ia harus membayarnya. Jika ikatan karma ini diputus secara paksa pada kehidupan sekarang, maka pada kehidupan selanjutnya, ikatan tersebut mungkin akan tetap berlanjut. Sehingga perceraian tidaklah menunaikan masalah.
Ada pula orang yang mengeluhkan bahwa isterinya kurang pintar memasak. Ini adalah contoh bentuk hitung dagang yang lain lagi dalam perkawinan. Banyak suami merasa bahwa memasak adalah tugas isteri, sehingga ia harus melakukannya dengan baik. Tidak jarang masalah ini dapat menimbulkan persoalan besar dalam hubungan pernikahan.

Berdasarkan contoh-contoh di atas, hitung dagang merupakan sesuatu yang sangat berbahaya apabila diterapkan dalam perkawinan. Semua pasangan adalah hasil ikatan karma yang harus diterima dengan lapang dada. Dengan adanya sikap saling menerima secara tulus, maka segalanya akan berlangsung dengan baik. Jika suami kurang giat bekerja, maka isteri hendaknya memberikan teladan yang baik atau dorongan semangat dengan tulus serta halus. Jangan menggunakan bahasa yang kasar. Coba memikirkan bersama pekerjaan apa yang sekiranya dapat dilakukan bersama. Bila isteri kurang pandai memasak, maka juga hendaknya dibicarakan baik-baik. Jika memang bukan bakatnya memasak maka tidak perlu dipaksakan. Semuanya hendaknya diterima dengan lapang dada. Jangan terapkan hitung dagang dalam perkawinan. Jangan memaksakan sesuatu. Malahan kita hendaknya bangga dan berbahagia apabila pasangan kita berbahagia.

Meskipun demikian, hal ini tidaklah mencakup pelanggaran terhadap komitmen. Kita seharusnya tidak berpikir, “Biar saja pasangannya selingkuh agar ia bahagia." Hal ini berada di luar cakupan hitung dagang tadi. Selingkuh adalah pelanggaran terhadap komitmen, sehingga dapat disepadankan dengan tindakan kriminal. Membiarkan suatu perselingkuhan adalah tindakan yang tidak sehat dan harus dicari pemecahannya. Berselingkuh adalah tindakan yang sangat hina karena merupakan pelanggaran terhadap nilai kesetiaan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak budaya-budaya di masa lampau yang memberikan hukuman berat terhadap orang yang berselingkuh. Karyawan yang berselingkuh juga hendaknya tidak diperkerjakan. Apabila ia tidak sanggup setia terhadap pasangannya, bagaimana mungkin ia setia terhadap perusahaan.

Demikianlah sekelumit tulisan dari saya. Semoga bermanfaat. Semoga tulisan ini dapat menambah harmoni dalam kehidupan keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar